kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.774   86,00   0,51%
  • IDX 6.738   14,83   0,22%
  • KOMPAS100 972   3,84   0,40%
  • LQ45 756   2,10   0,28%
  • ISSI 214   1,09   0,51%
  • IDX30 392   0,66   0,17%
  • IDXHIDIV20 469   -1,64   -0,35%
  • IDX80 110   0,51   0,47%
  • IDXV30 115   -0,23   -0,20%
  • IDXQ30 128   -0,10   -0,08%

Atur Wealth Management, BI Hanya Keras di Awal


Rabu, 07 Desember 2011 / 09:39 WIB
Atur Wealth Management, BI Hanya Keras di Awal
ILUSTRASI. Proyek pembangunan jalan Tol Semarang - Demak, Jawa Tengah.


Reporter: Nina Dwiantika, Nurul Kolbi | Editor: Ruisa Khoiriyah

JIka tak ada halangan, Bank Indonesia (BI) akan mempublikasikan aturan baru wealth management paling lambat Kamis (8/12) mendatang. Calon beleid ini sempat membuat bankir ketar-ketir. Maklum, ketika memulai proses penyusunan, BI terlihat begitu keras.

KETIKA kasus penggelapan dana nasabah wealth management Citibank mencuat, BI langsung berkoar-koar akan mengatur ulang bisnis tersebut. BI mengikis habis celah melakukan penyimpangan, sehingga nasabah merasa lebih aman menyimpan duit di bank.

Wasit perbankan ini merasa perlu membuat beleid khusus, karena layanan nasabah kaya belum memiliki aturan tersendiri. Selama ini aturan mainnya hanya menginduk ke Peraturan BI (PBI) transparansi produk. Kekosongan aturan ikut menyebabkan pegawai bank seperti Malinda Dee begitu leluasa menipu nasabah.

Selain menghukum Citibank dan janji bikin aturan, bank sentral juga mensuspensi wealth management di 23 bank. BI mensinyalir, malpraktik perbankan ala Malinda Dee terjadi di bank lain. Masa penghentian sementara akan dicabut, jika bank memperbaiki standard operating procedure (SOP) sesuai keinginan BI.

Ketika itu, banyak kalangan mengartikan, SOP merupakan jalan pintas BI membenahi bisnis wealth management, sambil menunggu beleid baru lahir. Dan kini BI sudah menunaikan janji itu. Jika sesuai target, beleid resmi dipublikasikan paling lambat Kamis (8/12). Tapi, dalam aturan baru ini, sikap garang BI tak lagi terlihat.

Alih-alih membuat PBI, bank sentral hanya membuat surat edaran. Jika sebelumnya, aturan wealth management menginduk ke PBI produk perbankan, kini di bawah PBI manajemen risiko. Surat edaran itu juga tidak mendetail, hanya garis besar saja. BI menyerahkan urusan teknis ke perbankan. Yang diserahkan itu cukup luas. Antara lain, kategorisasi nasabah dan layanan prima, panduan atau SOP pelayanan dan produk yang ditawarkan. BI hanya mengevaluasi sejauhmana bank mematuhi prinsip manajemen risiko.

Menurut sumber KONTAN, BI agak mengendur, karena tak ingin bisnis ini mandek. Di Indonesia, wealth management relatif baru dan potensinya luar biasa besar. Bakal kontraproduktif jika BI mengatur terlalu kaku. "Aman dan nyaman itu kontradiktif. BI bisa saja membuat bisnis ini sangat aman, tapi risikonya nasabah dan bank jadi tidak nyaman," katanya, pekan lalu.

Menurut bankir bank swasta ini, BI berupaya menempatkan diri di antara dua kepentingan. BI memilih hanya membuat garis besar aturan, tapi memelototi SOP setiap bank. Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Wimboh Santoso menjelaskan, BI tidak mengatur definisi dan SOP karena setiap bank karakteristiknya tidak sama. Misalnya, Bank BNI, mematok nilai minimum layanan prima sebesar Rp 500 juta. Batas ini belum tentu bisa diterapkan di bank yang memiliki aset jauh lebih kecil dari BNI.

Di Bank Tabungan Negara (BTN), nasabah dengan rekening Rp 250 juta sudah bisa mendapatkan layanan prima. "Untuk SOP kami meminta bank lebih detail," kata Wimboh.

Direktur Utama BNI, Gatot Murdiantoro Suwondo, mengapresiasi surat edaran BI. Menurut dia, sebaiknyabank menentukan hal-hal teknis, karena yang mengetahui profil dan likuiditas nasabah adalah bank itu sendiri. Dia mengklaim, perbankan mampu meningkatkan kualitas SOP. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×