Reporter: Roy Franedya | Editor: Cipta Wahyana
JAKARTA. Krisis sudah lewat. Paling tidak, itulah pandangan Bank Indonesia (BI) saat ini. Dengan alasan itu pula, bank sentral menormalisasi aturan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) bagi bank-bank bermasalah. Mereka bisa mendapatkan FPJP bila memiliki rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) sebesar 8%.
Ini artinya, BI mengembalikan persyaratan pengucuran FPJP ke periode sebelum krisis 2008. Sebelum November 2008, hanya bank dengan rasio kecukupan modal 8% yang bisa mendapatkan fasilitas jangka pendek. Namun, dengan alasan krisis serta ditengarai ada beberapa bank yang nyaris bangkrut, BI mengubah ketentuan ini. Bank boleh menerima FPJP asal memiliki CAR positif.
Relaksasi aturan FPJP ini pula yang menjadi pintu masuk penyelamatan Bank Century. Tanpa perubahan aturan penerima FPJP itu, bailout senilai Rp 6,7 triliun itu tidak mungkin bisa terlaksana. Saat itu, CAR bank milik Robert Tantular itu jauh di bawah ketentuan.
Hanya saja, BI mengklaim, revisi aturan FPJP pada 2008 merupakan kesepakatan bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Pelonggaran FPJP dilakukan demi mencegah merambatnya krisis ke sistem keuangan.
Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir ada pelanggaran yang dapat merugikan negara dalam pelonggaran aturan ini. Bahkan KPK juga menetapkan dua mantan Deputi Gubernur BI sebagai tersangka.
Saat kondisi berjalan 'normal', lewat melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/16/PBI/2012 yang dipublikasikan kemarin (30/11), selain mengembalikan ketentuan CAR bagi bank yang ingin mendapatkan FPJP sebesar 8%, BI juga membuat beberapa penyempurnaan aturan FPJP itu.
Pertama, kredit yang dijaminkan bank harus memiliki status lancar minimal 12 bulan terakhir. Kedua, kredit yang dijamin dengan agunan tanah atau bangunan, nilai terendahnya 140% dari plafon kredit. Ketiga, jangka waktu kredit paling singkat 12 bulan dari persetujuan FPJP. Keempat,bunga FPJP setara repurchase agreement (repo) BI rate plus 100 basis poin (bps).
Syarat itu lebih ketat dengan aturan sebelumnya. Misalnya, kredit yang dijaminkan bank harus memiliki status lancar selama tiga bulan terakhir.
Kredit itu harus dijamin dengan agunan yang memiliki nilai paling kurang 110% dari plafon kredit. Adapun sisa jangka waktu kredit paling cepat tiga bulan dari persetujuan FPJP. Adapun bunga FPJP setara BI rate plus 100 bps.
Direktur Direktorat Stabilitas Sistem Keuangan BI, Filianingsih Hendrata mengatakan, FPJP hanya untuk bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek untuk memenuhi giro wajib minimum (GWM). "Harga FPJP sekarang paling tinggi karena saat ini menggunakan basis repo rate. Jadi ini fasilitas paling mahal," ujarnya.
Direktur Hubungan Masyarakat BI, Difi Ahmad Johansyah berharap, normalisasi FPJP bisa mendorong hadirnya Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sehingga ada jalur khusus menghadapi krisis. "FPJP bantuan sementara. Bila kondisi darurat, mekanisme harus diputuskan dalam FSSK (Forum Stabilitas Sistem Keuangan)," ujarnya.
Kepala Ekonom Bank BNI, Ryan Kiryanto menilai normalisasi FPJP kebijakan tepat karena kondisi dan daya tahan perbankan kini semakin kuat. "Normalisasi FPJP merupakan rangkaian aturan yang dikeluarkan sebelumnya," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News