Reporter: Emma Ratna Fury, Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Roy Franedya
JAKARTA. Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, berdampak besar pada margin keuntungan bank. Hal ini mendorong beberapa bank mengajukan revisi target keuntungan. Revisi rencana bisnis bank (RBB) tersebut diajukan akhir Juni lalu.
Salah satunya Bank BNI Syariah. Anak usaha Bank BNI ini mengajukan pengurangan keuntungan. Tahun ini, BNI Syariah memprediksi penurunan keuntungan sebesar 15%. Akhir 2012, BNI syariah mengantongi laba bersih Rp 102 miliar atau tumbuh 54,5% dari tahun sebelumnya.
Direktur Bisnis BNI Syariah, Imam T. Saptono, mengatakan tahun ini keuntungan tertekan karena margin mengecil. Hal ini berasal dari peningkatan biaya dana akibat mengetatnya likuiditas. "Kami juga memprediksi, pertumbuhan ekonomi semester II akan menurun, sehingga berpengaruh pada laba," ujarnya pada KONTAN, Rabu (10/7).
Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, juga memperkirakan hal sama. Margin bank tertekan karena nasabah menuntut bunga simpanan lebih tinggi, sementara bank belum menaikkan bunga kredit. Bank khawatir, jika bunga kredit naik, penyaluran kredit akan melambat. "Kami mengubah RBB pada komposisi pendanaan. Kami akan meningkatkan dana murah dan terus mengurangi dana mahal agar margin tetap terjaga sehingga tidak mempengaruhi bottom line," ujarnya baru-baru ini.
Kenaikan harga BBM memang menjadi mimpi buruk bank. Kenaikan ini memicu peningkatan inflasi sehingga bank harus menawarkan bunga simpanan yang lebih tinggi ke nasabah.
Kenaikan biaya dana ini akan berpotensi menaikkan bunga kredit. Tetapi bank tak boleh sembarangan menaikkan bunga. Bank harus melihat kondisi nasabah.
Maklum, kenaikan bunga kredit berpotensi meningkatkan risiko, karena nasabah sulit membayar kredit, sehingga rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bank turut terkerek. Imbasnya, bank harus menyediakan pencadangan yang lebih besar ,sehingga dipastikan laba akan semakin tertekan.
Tapi, tetap ada bank yang tak merevisi target. Salah satunya adalah Bank Jawa Barat dan Banten (BJB). Bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Banten ini tidak mengajukan revisi target laba. Manajemen hanya mengajukan perubahan rencana pembukaan kantor cabang. BJB membatalkan rencana pembukaan cabang di luar Jawa Barat, seperti di Yogyakarta.
Penundaan ini merupakan salah satu cara BJB meningkatkan efisiensi demi menjaga bunga kredit. "Semester II ini kami mengerem penyaluran kredit komersial, karena risikonya tinggi," ujar Direktur Utama BJB, Bien Sibientoro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News