Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) menjadi salah satu bank digital yang mencatatkan pertumbuhan laba yang cukup besar hingga September 2023. Bank tersebut mampu mengembalikan rugi menjadi laba senilai Rp 162,17 miliar.
Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki Tolaram tersebut pada periode sama tahun lalu masih menderita rugi mencapai Rp 172,87 miliar. Secara kuartalan, laba bank tersebut pun juga tercatat tumbuh 52,43%.
Hal tersebut ditopang oleh pendapatan bunga bersih (NII) dari AMAR yang tumbuh 15.08% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 643,84 miliar di periode yang sama. Di mana, penurunan beban bunga dari AMAR cukup signifikan mencapai 48,92%.
Baca Juga: Tingkatkan Kualitas Kredit, Cermati Strategi Perbankan dengan NPL Gross di Atas 5%
Dikutip dari risetnya Kamis (16/11), Equity Research Analyst NH Korindo Sekuritas Indonesia, Leonardo Lijuwardi mengungkapkan pertumbuhan penyaluran kredit AMAR saat ini cukup stabil dari segi lending dan mulai melebarkan eksposur dari segmentasi MSME– Business Banking dan terus berekspansi dengan mengembangkan inovasi produk berbasis teknologi.
Leonardo juga menyebutkan strategi AMAR yang mulai mengurangi komposisi high cost fund (Deposito) mulai terlihat hasilnya. Ini tercermin dari Rasio CASA secara kuartalan mengalami pertumbuhan 8.13% QoQ per periode sembilan bulan di 2023 ini menjadi 24,21%.
“Diharapkan dengan tren peningkatan CASA yang akan konsisten terus bertumbuh, Cost of Fund (CoF) dari AMAR akan lebih melandai,” ujar Leonardo.
Dengan capaian tersebut, Leonardo merekomendasikan beli saham AMAR, dengan target harga Rp 400, dimana pendekatan valuasi yang digunakan adalah Forward PBV Ratio.
Baca Juga: Berikut Upaya Bank Digital Menggeber Kinerja Kredit di Sisa Tahun 2023
Ia menjelaskan yang mendukung dan menunjang c rekomendasi ini adalah pengembangan eksekusi Embedded Banking & Financing yang semakin baik dan loan growth yang bertumbuh.
Hanya saja, ada beberapa hal yang menjadi risiko dari rekomendasi ini adalah ketidakstabilan makro ekonomi, pertumbuhan jumlah kredit yang disalurkan kurang sesuai dengan ekspetasi, kenaikan biaya serta lambannya pertumbuhan user sekaligus persaingan funding dan lending yang semakin agresif dan kompetitif di industri keuangan, khususnya Loan Fintech dan Bank Digital.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News