Reporter: Roy Franedya, Nina Dwiantika | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) segera mengeluarkan aturan kepemilikan mayoritas perbankan. Ini PR berat bagi para pemilik mayoritas bank, ada kemungkinan bank sentral membatasi kepemilikan saham investor di sebuah bank di bawah 50%.
Para pemilik, terutama bank keluarga berbenah. Mereka memutar otak agar dapat memenuhi aturan itu. Beberapa mengaku memilih opsi penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO).
Entah kebetulan atau tidak, kemarin sumber KONTAN di kalangan bankir membisikkan, BI akan membatasi kepemilikan saham mayoritas maksimal 40%. Tapi bagi bank yang sudah IPO, investor bisa memiliki 49%-51% saham di perbankan. "Bila induk perusahaan non-keuangan ditetapkan maksimal 30%, banyak bank lokal yang harus menjual saham," katanya. Sayang, hingga berita ini naik cetak, Kontan belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari Deputi Gubernur BI, Muliaman Dharmansyah Hadad dan Halim Alamsyah.
Nio Yantony, pemegang saham PT Bank Nationalnobu (Bank Nobu) mengatakan, masih menunggu aturan tersebut. Ia mengaku, tahun ini pihaknya berencana mengurangi kepemilikan saham melalui skema IPO. "Kami akan lepas lebih dari 10% saham ke bursa, tetapi belum menentukan, milik pribadi atau Kharisma Buana Nusantara," ujarnya, Senin (7/5). Komposisi di Bank Nobu: 30,8% milik Nio Yantony dan 69,2% PT Kharisma Buana Nusantara, milik Mochtar Riady.
Bank Maspion juga akan mengayunkan langkah serupa. Direktur Utama Bank Maspion Herman Halim mengatakan, pihaknya lebih memilih IPO ketimbang menjual kepada investor. Alasannya, sulit mencari investor dari penjualan strategis .
Menurut Herman, pemegang saham lama akan mempertimbangkan banyak hal, misalnya, investor tidak hanya mengucurkan modal, tetapi harus mampu mendukung pertumbuhan bisnis bank dalam jangka panjang. "BI sendiri lebih menyukai bank-bank melepaskan saham ke pasar modal," tutur Herman. Keluarga Alim memiliki Bank Maspion melalui PT Alim Investindo, dengan porsi 84,61%
Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja masih menunggu aturan kepemilikan itu. Setelah ada kejelasan, baru memproses pelepasan saham. "Kalau belum jelas, kami enggan mengomentari," ujar Jahja. Sampai 31 Desember, keluarga Hartono (Djarum) melalui Farallon Investment Indonesia memiliki 47% saham BCA.
Wakil Direktur Utama Bank Jasa Jakarta Lisawati sependapat dengan Jahja. Menurutnya, aturan GCG sudah sangat ketat, sehingga pemilik individu tidak bisa bertindak seenaknya. "Sanksi BI juga sangat tegas. Mulai teguran hingga penurunan tingkat kesehatan bank," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News