Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga acuan BI rate menjadi 7,5% pada awal pekan ini beroptensi menimbulkan efek berantai. Jika bunga simpanan naik maka akan diikuti oleh kenaikan bunga kredit.
Masalahnya, kenaikan bunga kredit dapat mengganggu kemampuan debitur dalam melunasi kewajibannya sehingga berisiko meningkatkan kredit bermasalah (NPL). Atas dasar itulah, para bankir mulai bersikap waspada dalam mengerek bunga kredit. Setidaknya ada dua hal yang dicermati bank.
Pertama, bank menghitung ulang risiko setiap nasabah untuk mencegah kenaikan NPL. Kedua, bank juga akan menghitung dampak kenaikan NPL terhadap biaya pencadangan (provisi). Untuk meminimalkan risiko kredit, bank menyisihkan sebagian dari modal untuk biaya pencadangan.
Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Bank Mandiri mengatakan, kenaikan suku bunga kredit di tengah kondisi pelambatan ekonomi berpotensi memicu kenaikan NPL. Karena itu, Bank Mandiri masih mengkaji besaran kenaikan bunga kredit.
Bank Mandiri juga masih menghitung segmen kredit yang berpotensi mendatangkan kredit bermasalah. "Secara umum, NPL tahun depan memang cenderung naik," katanya, Jumat (15/11).
Per akhir September lalu, NPL Bank Mandiri sudah mencapai Rp 6,83 triliun. Kredit korporasi menjadi penyumbang terbesar kredit bermasalah senilai Rp 2,60 triliun. Lalu, NPL kredit usaha kecil sebesar Rp 1,38 triliun. Meski begitu, Budi menilai kenaikan NPL tidak bakal setinggi tahun 2008 silam. "Saat ini NPL masih di level 1,9%, jika naik 60 bps pun masih dikisaran 2,5%. Itu masih bagus," tandasnya.
Setali tiga uang, Achmad Baequni, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengatakan, pihaknya masih menghitung potensi kenaikan kredit bermasalah di tahun depan. Yang jelas, BRI bakal lebih selektif dalam menyalurkan kredit agar tidak terjadi kenaikan NPL.
Pada kuartal III 2013, BRI mencatatkan penurunan NPL menjadi 1,77% dibandingkan kuartal III tahun lalu yang mencapai 1,95%. Segmen kredit dengan NPL tertinggi adalah kredit usaha menengah yang sebesar 5%.
Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP mengatakan, pihaknya akan mengelola pemberian kredit sehingga nilai kredit bermasalah terkendali. Strategi yang akan diterapkan adalah mempelajari kondisi nasabah, profil usaha dan peruntukkan dana kredit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News