Reporter: Andri Indradie | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. PT Bank Eksekutif Tbk serius mendandani kinerjanya tahun ini. Setelah mengalihkan fokus kreditnya ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dalam tiga tahun ke depan Bank Eksekutif menargetkan asetnya bisa tumbuh menjadi Rp 10 triliun.
"Ini merupakan target pertumbuhan secara organik," kata Gandhi Ganda Putra, Direktur Utama Bank Eksekutif. Menurutnya, peralihan fokus kredit Bank Eksekutif ke pasar UMKM sangat tepat mengingat pasarnya masih sangat terbuka. Di samping itu, risiko kredit di sektor UMKM bisa lebih tersebar daripada kredit di sektor korporasi.
Untuk mendukung rencana jangka menengah ini, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Eksekutif menyetujui rencana penerbitan saham baru (rights issue) sebanyak 5,1 miliar saham biasa. Dari penjualan saham baru ini, Bank Eksekutif akan memperoleh dana segar senilai Rp 512,2 miliar.Dana tersebut bakal dipakai sebagai tambahan modal untuk ekspansi kredit.
Gandhi mengatakan, rasio kredit bermasalah (NPL) Bank Eksekutif bulan lalu masih tinggi, yaitu sebesar 26,8%. Ia berharap, dana rights issue segera dimasukkan sebagai pencadangan. "Sehingga NPL jadi di bawah 5% dan NPL net bisa menjadi sekitar 4,6%," tegas Gandhi.
Bank Eksekutif juga berencana mengganti logo dan namanya menjadi PT Bank Pundi Indonesia Tbk. "Penggantian nama ini bertujuan supaya bank kami bisa diterima di masyarakat," jelasnya. Gandhi bilang, nama "Eksekutif" mencerminkan papan menengah ke atas.
Dengan nama baru tersebut, Bank Eksekutif berharap bisa masuk ke masyarakat kelas bawah. Tak hanya itu, Bank Eksekutif juga berencana menambah 80 - 100 kantor cabang pada tahun ini.
Salah satu calon pembeli siaga saham baru Bank Eksekutif, yakni PT Recapital Advisors malah lebih percaya diri. Sandiaga Uno, Pemilik PT Recapital Advisors, menargetkan Bank Eksekutif dapat menjadi bank papan atas dengan aset Rp 20 triliun dalam tiga sampai lima tahun ke depan.
Sandiaga bilang, cara yang tercepat untuk berkembang adalah secara anorganik, seperti merger atau akuisisi. Sebab, lebih sulit jika Bank Eksekutif mengandalkan pertumbuhan secara organik. "Untuk merger, kami akan konsultasi dulu dengan pemegang saham maupun Bank Indonesia," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News