Reporter: Agung Jatmiko, Dikky Setiawan, Galvan Yudistira | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Kebijakan pemerintah menggenjot proyek moda transportasi massal, seperti bus transjakarta, commuter line, hingga kereta bandara, memberikan efek ganda ke berbagai sektor industri nasional. Salah satunya bisnis electronic money (e-money).
Uang elektronik berbasis cip tersebut telah menjadi pilihan masyarakat sebagai substitusi uang tunai untuk alat pembayaran di sektor jasa transportasi. Tak ayal, pasar uang e-money dilihat sebagai peluang bisnis menggiurkan bagi perbankan di tanah air. Kini, sejumlah bank saling berebut pendapatan berbasis biaya (fee based income) dari transaksi pembayaran tarif jasa transportasi.
Yang terbaru, 10 bank nasional ramai-ramai meneken kesepakatan (MoU) dengan operator kereta Bandara Soekarno-Hatta, PT Railink. Langkah perusahaan patungan PT Kerta Api Indonesia (KAI) dan PT Angkasa Pura II menggandeng 10 bank untuk memberikan layanan transaksi pembayaran nontunai pada masyarakat pengguna kereta bandara.
Jika tidak ada hambatan, sedianya kereta bandara ini beroperasi pada Juli 2017. Trayek kereta api Bandara ini dari Stasiun Sudirman menuju Bandara Soekarno- Hatta melalui Stasiun Duri dan Batuceper.
Nah, 10 bank yang menyediakan layanan e-money untuk kereta Bandara adalah Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Mandiri, CIMB Niaga, Danamon, Bank DKI, Maybank, dan Bank QNB.
Menurut Heru Kuswanto, Direktur Utama Railink, potensi transaksi kereta Bandara cukup besar. Saban tahun, jumlah penumpang kereta ini bisa mencapai 7,7 juta–21 juta.
Sementara itu, tiket satu kali perjalanan dari Stasiun Sudirman ke Bandara diperkirakan Rp 100.000 sampai Rp 150.000. Dus, potensi nilai transaksinya bisa tembus Rp 770 miliar sampai Rp 3,15 triliun per tahun.
Nilai itu baru transaksi dari satu jenis layanan transportasi. Ada jenis layanan cashless society lain di sektor ini yang potensi bisnisnya sedang dibuka lebar pemerintah, seperti jalan tol, Transjakarta, parkir, dan commuter line.
Pertumbuhan e-money
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pada 2016, e-money tumbuh dua digit baik dari sisi jumlah kartu, volume transaksi maupun nilai transaksi. Di sepanjang tahun lalu, jumlah e-money tumbuh 49,22% menjadi 51,20 juta kartu dibandingkan tahun sebelumnya 34,31 juta.
Bertambahnya jumlah e-money tersebut membuat volume transaksi uang elektronik tumbuh 27,53% menjadi Rp 683,13 juta per akhir 2016 dari 535,57 juta transaksi pada periode serupa tahun sebelumnya. Sedangkan nilai transaksi e-money pada 2016 tumbuh 33,69% jadi Rp 7,06 triliun dari tahun 2015 sebesar Rp 5,28 triliun.
Jadi, jangan heran, jika persaingan di pasar e-money semakin memanas. BI mencatat, pada 2016, penerbit e-money yang terdaftar mencapai 20 perusahaan, yakni sembilan bank dan 11 perusahaan telekomunikasi.
Tahun ini, sejumlah bank pun siap mengerek naik transaksi e-money. Salah satunya Bank BRI. Sis Apik Widjajanto, Direktur Konsumer BRI mengatakan, tahun ini, BRI menargetkan layanan e-money yang diberi nama Brizzi akan naik 120,35% dibandingkan tahun lalu.
Layanan Brizzi di sektor transportasi meliputi TransJakarta, commuter line, dan jalan tol. Sis enggan menyebutkan nilai transaksi Brizzi tahun lalu. Tapi, berdasarkan catatan Tabloid KONTAN, nilai transaksi Brizzi pada tahun 2016 lebih dari Rp 22 miliar.
Jika dilihat secara nilai, transaksi Brizzi memang sangat mini berkontribusi terhadap fee based income BRI yang pada tahun 2016 mencapai Rp 9,2 triliun atau naik 25,3% secara tahunan (yoy). Kenaikan fee based income ini utamanya disumbangkan oleh tiga bisnis: pertama adalah jasa administrasi simpanan, e-banking, dan kredit.
Sementara itu, pada kuartal pertama tahun ini, BRI mencatat realisasi fee based income Rp 2,5 triliun. Pendapatan berbasis biaya ini naik 29,3% secara yoy. “Target fee based income BRI tahun 2017 naik 136,02% dari posisi tahun 2016,” kata Sis kepada Tabloid KONTAN.
Bank pelat merah lain yang juga mengincar pertumbuhan pendapatan dari bisnis e-money transportasi adalah Bank BTN. Handayani, Direktur Konsumer Bank BTN mengatakan, tahun ini, BTN mengincar pertumbuhan fee based income dari transaksi elektronik sebesar 25% secara yoy.
Sepanjang 2016 yang lalu, bank spesialis perumahan ini berhasil menjaring fee based Rp 1,28 triliun. “Untuk fee based e-money transportasi belum besar, baru di kisaran 8% dari total fee income transaksi berbasis kartu,” kata Handayani.
Saat ini, lanjut dia, BTN baru melayani pembayaran e-money transportasi untuk jalan tol, commuter line, dan kereta bandara. “Pada Juni 2017, kami akan perluas layanan e-money transportasi untuk TransJakarta dan lain-lain,” imbuhnya.
Tidak mau kalah, Bank BNI juga berebut manisnya kue bisnis e-money transportasi. Bank yang didirikan pada 5 Juli tahun 1946 ini memiliki produk e-money bernama TapCash. Ryan Kiryanto, Sekretaris Perusahaan BNI mengatakan, layanan e-money BNI bisa digunakan untuk berbagai layanan transaksi nontunai, seperti jalan tol, tiket TransJakarta, kereta komuter Jabodetabek, parkir, kereta bandara, serta merchant lainnya berlogo TapCash.
Ryan menyebutkan, transaksi TapCash masih didominasi dari layanan pembayaran tol. Hal ini sejalan dengan semakin banyaknya jumlah kendaraan yang menggunakan jalan bebas hambatan. “Selain itu, sosialisasi dan promosi kami ikut menunjang jumlah pengguna e-toll,” kata Ryan.
Cuma, Ryan enggan memaparkan nilai transaksi e-money TapCash pada 2016 dan targetnya tahun ini.
Sebelumnya, Dadang Setiabudi, Senior Executive Vice President Teknologi Informasi BNI bilang bahwa sampai akhir 2016, BNI telah merilis 800.000 kartu Tap Cash dengan nilai transaksi Rp 40 miliar. Pada tahun 2017 ini, BNI menargetkan pertumbuhan jumlah kartu e-money sebesar 65% dari tahun lalu.
“Kami juga membidik peningkatan volume transaksi sebesar 40%,” kata Dadang kepada Nina Dwiantika dari KONTAN.
Dadang berharap, pada tahun ini BNI bisa meraup pertumbuhan pendapatan fee based sebesar 20% dari tahun lalu. “Terutama dari uang elektronik, ATM, digital banking, dan trade finance,” ujar Dadang.
Pada 2016, fee based BNI tercatat Rp 8,5 triliun atau naik 23,1% yoy. Pendapatan nonbunga ini terutama disumbangkan dari trade finance dan bancassurance.
Swasta ikut bermain
Sebagai tambahan informasi, di sepanjang kuartal I 2017, BNI mencatatkan pendapatan komisi dari e-banking hanya tumbuh 1% secara yoy. Tercatat, fee based income dari e-banking meningkat dari Rp 288 miliar di kuartal I 2016 menjadi Rp 291 miliar pada kuartal I tahun ini.
Internet banking menjadi penyumbang jumlah pengguna tertinggi sebesar 42,6%. Meski begitu, transaksi di internet banking BNI menurun secara tahunan sebesar 7,6% menjadi 6 juta transaksi dalam tiga bulan pertama 2017. Adapun, nominal transaksi internet banking BNI naik tipis 2,5% menjadi Rp 25 triliun di kuartal I 2017.
Bank Mandiri juga mencoba peruntungan di bisnis e-money. Uang elektronik bank yang melantai di bursa dengan kode BMRI ini diberi nama Mandiri e-Money. Kartu ini bisa dipakai untuk membayar tarif tol, parkir, TransJakarta, commuter line, retail merchant, SPBU, restoran, dan beberapa tempat hiburan.
Dari layanan yang tersedia, sekitar 90% bisnis e-money Bank Mandiri dikontribusi dari sektor transportasi. “Dari jumlah itu, sekitar 70% melayani transaksi jalan tol,” kata Rohan Hafas, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri pada KONTAN.
Selain fokus di Ibukota, Bank Mandiri terus melirik potensi perkembangan jaringan transportasi di berbagai kota-kota besar di Indonesia. Singkatnya, di mana ada perkembangan transportasi yang punya potensi pengguna uang elektronik yang bagus, maka Bank Mandiri akan memperkenalkan e-money.
Menurut Rohan, pada 2016, nilai transaksi e-money Mandiri mencapai Rp 3,7 triliun. Jika dihitung per bulan, rata-rata transaksi uang elektronik Bank Mandiri sekitar Rp 300 miliar.Sedangkan jumlah kartu yang diterbitkan sebanyak 8,2 juta.
Namun, Rohan menambahkan, transaksi e-money bukan sebagai fee based income perseroan. Sebab, dalam transaksi tersebut tidak ada pendapatan bunga.
“Memang ada komisinya, tapi kecil sekali. Dan tiap layanan juga berbeda komisinya. Jadi, e-money ini dimasukkan sebagai sumber dana murah bank,” imbuh Rohan.
Namun begitu, kata Rohan, pihaknya tetap mengincar pertumbuhan pendapatan komisi pada tahun ini. Hingga akhir 2017, Bank Mandiri menargetkan rasio fee based income terhadap total pendapatan bank sebesar lebih dari 30%.
Pada akhir 2016 lalu, fee based inco Bank Mandiri sebesar Rp 20 triliun atau naik 7,6% yoy. Fee based ini utamanya disumbangkan oleh fee administrasi, transfer, valas, dan cash recoveries.
Bukan hanya bank pelat merah yang berburu pendapatan dari bisnis e-money. Sejumlah bank swasta juga kepincut bermain di ranah ini. Bank BCA misalnya. Bank milik Grup Djarum ini memiliki layanan uang elektronik dengan nama Flazz BCA.
Per akhir Desember 2016, Santoso mengatakan, jumlah pengguna uang elektronik BCA merupakan terbesar di Indonesia. Saat ini tercatat jumlah kartu Flazz BCA sebanyak 10 juta kartu dana mengendap sebesar Rp 200 miliar. Untuk ruas tol BCA sudah melayani di beberapa ruas seperti Cipali, Cikarang Utama, dan Purbaleunyi.
Meski tidak menyebut target, Direktur BCA Santoso Liem Santoso optimistis, pertumbuhan kartu Flazz dapat meningkat 1 juta per tahun. Untuk itu, pada tahun ini, BCA telah menyiapkan sedikitnya 4 juta kartu debit baru yang terintegrasi dengan Flazz BCA. Kartu debit baru tersebut akan diprioritaskan bagi nasabah baru. “Kartu debit baru itu sudah chip based sesuai arahan BI,” ujar Santoso.
Bank CIMB Niaga juga melirik bisnis e-money sebagai pendapatan komisi. Lani Darmawan, Direktur Consumer Banking CIMB Niaga mengatakan, langkah Bank Indonesia untuk membuka sistem dan interkoneksi uang elektronik pada Juni 2017, akan semakin menggairahkan potensi bisnis e-money.
Menurut Lani, dengan adanya interkoneksi, akan mempercepat proses pembayaran dan mengurangi kemacetan di jalan tol. “Kami menyambut baik dukungan untuk non cash payment transportasi publik. Infrastruktur harus terus dibangun baik untuk e-wallet maupun dengan menggunakan kartu kredit dan debit,” katanya.
Saat ini, sambung Lani, pihaknya masih terus melakukan penjajakan bisnis e-money. Karena itu, Lani belum berani menyebutkan target perusahaannya dari transaksi e-money di tahun ini. “Saat ini masih terlalu dini untuk menargetkan profitabilitas untuk bisnis e-money. Yang pasti, tujuan layanan ini lebih kepada menciptakan kemudahan bagi masyarakat untuk mencari sistem pembayaran lebih sederhana,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News