kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Bank harus waspadai kredit konsumsi


Jumat, 26 Agustus 2011 / 08:16 WIB
Bank harus waspadai kredit konsumsi
ILUSTRASI. Perusahaan Warren Buffett, Berkshire Hathaway Inc melaporkan kinerja kuartal III 2020 yang kurang menggembirakan.


Reporter: Roy Franedya | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTa. Meski tahun ini kredit mengucur deras, perbankan mengklaim bisa menjaga likuiditasnya. Klaim itu diperkuat data perbankan terbaru Bank Indonesia (BI). Periode Januari-19 Agustus, penyaluran kredit mencapai Rp 234,57 triliun atau setara 56,84% dari target kredit tahun ini. Sementara dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 114,57 triliun atau bertambah 4,9% secara year to date (ytd).

Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Wimboh Santoso mengatakan, likuiditas masih aman karena perbankan menggunakan dana yang tersimpan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Term Deposit, serta Fasilitas Bank Indonesia (FasBI) untuk menopang pengucuran kredit. "Tahun ini penempatan dana bank di BI turun Rp 57,7 triliun," ujarnya Kamis (25/8).

Bank mengurangi penempatan dana di BI lantaran suku bunga SBI hanya 5,7%, alias lebih rendah dibandingkani sebelumnya yang berkisar 6,5%. Bank lebih memilih menyalurkan ke kredit yang berbunga tinggi, sehingga keuntungan bank tetap terjaga.

Perbankan mulai memperbesar porsi kredit produktif. Selama Januari-Juli 2011, kredit baru sektor perdagangan mencapai Rp 15,9 triliun. Tahun lalu kredit segmen ini masih negatif. Kenaikan juga terlihat di kredit konstruksi, jasa, pertambangan dan listrik.

Kredit otomotif naik

BI mengapresiasi perbankan yang mendorong kredit produktif ketimbang konsumsi. "Fenomena ini sesuai harapan," kata Wimboh.

Namun, BI juga mengingatkan bank memperhatikan pertumbuhan kredit konsumsi. Nilai kredit ini mencapai Rp 113 triliun per 19 Agustus 2011, atau tumbuh 6,2% sepanjang tahun (ytd) dan 23,2% secara year on year (yoy).

Pertumbuhan ini sudah mendekati ambang batas BI. "Bersama Bapepam-LK, kami juga melihat perkembangan laju pembiayaan di multifinance," katanya.

BI merasa perlu menggandeng Bapepam-LK karena penyaluran kredit konsumsi, seperti kredit kendaraan bermotor, bukan hanya disalurkan bank, juga multifinance. "Kalau mengkhawatirkan, kami bisa ambil action. Saat ini masih oke, tapi kami perlu warning. Kalau tumbuh lebih besar bisa gawat," terangnya.

Informasi saja, saat ini kredit perumahan mencapai Rp 17,9 triliun. Sebanyak 45% di antaranya merupakan kredit rumah di bawah tipe 70 m2 atau masuk kategori rumah sederhana. Adapun kredit kendaraan senilai Rp 12,6 triliun dan kredit multiguna Rp 14,5 triliun.

Direktur Konsumer Bank BNI, Darmadi Sutanto mengatakan, kredit konsumsi yang harus mendapat perhatian adalah kredit otomotif, karena sangat mudah mendapatkannya. Permintaannya terus naik akibat buruknya sistem transportasi. "KPR belum mengkhawatirkan. Sebab, mayoritas permintaan untuk rumah tipe sederhana dan untuk ditinggali, bukan investasi " ujarnya.

Direktur Kredit Bank Mega, Daniel Budirahaju mengatakan, bila ada pengetatan, BI harus memperhatikan bisnis perbankan. Jangan sampai membatasi bank, sementara multifinance bebas. "Bisa jadi nasabah bank lari ke multifinance," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×