kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank Hijra Resmi Meluncur Jadi Bank Digital


Selasa, 06 Desember 2022 / 14:23 WIB
Bank Hijra Resmi Meluncur Jadi Bank Digital
Peluncuran aplikasi mobile banking Hijra Bank di Jakarta, Selasa (6/12/2022).


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank perkreditan rakyat (BPR) atau bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) mulai melakukan tranformasi digital. Ini ditunjukkan dengan meluncurkan Hijra Bank, bank digital pertama di Indonesia dari kelompok non bank umum.

Transformasi menjadi bank digital dilakukan setelah menjadi bagian dari Alami Group. Hijra bank sebelumnya bernama BPRS Cempaka Al Amin dan diakuisisi Alami Group pada tahun 2021.

CEO Alami Group Dima Djani mengatakan, Bank Hijra akan difokuskan menggarap segmen urban muslim dan menjawab tantangan para komunitas muslim. Persiapan  hingga akhirnya bank ini resmi diluncurkan memakan waktu yang panjang karena Alami Group sebagai pemilik ingin membangun bank digital dengan pondasi yang kuat sehingga bisa tumbuh berkelanjutan ke depan.

"Kami mempersiapka Hijra Bank sebelum resmi diluncurkan selama dua tahun. Ada perizinan dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang harus kami penuhi. Tujuan bank ini tumbuh berkelanjutan maka kami harus memulai dengan pondasi yang benar makanya kami mmebutuhkan waktu untuk persiapan," jelas Dima saat peluncuran Hijra Bank, Selasa (6/12).

Baca Juga: BI: Implementasi Rupiah Digital Masih Harus Lalui Jalan yang Panjang

Ia menceritakan latar belakang akuisisi BPRS dilakukan Alami Group berawal dari permintaan para pendana Fintech Alami untuk mendapatkan layanan lebih karena mereka telah mempercayai brand fintech tersebut.

Dari situ, managemen Alami Group memiliki ide untuk melakukan kolaborasi dengan bank. Menggandeng bank dari segmen BPRS dinilai jalan yang tepat karena perusahaan ini memang ingin fokus menggarap segmen syariah. Apalagi dalam saat yang sama, pemerintah juga sedang mendorong industri BPR/BPRS melakukan tranformasi digital.

Meskipun sudah resmi meluncur, Hijra Bank belum menetapkan target penguna dan juga dana yang akan dihimpun dalam satu tahun pertama. Dima mengatakan, pihaknya akan belajar dari pengalaman bank umum digital dan target akan ditetapkan dalam enam bulan ke depan.

"Karena kami baru launcing maka kami masih terus mengkaji target yang akan dicapai. Apalagi dengan melihat saat ini banyak perubahan yang terjadi, termasuk consumer behavior. Tahun depan juga akan jadi tahun penting bagi pemerintah," kata Dima.

Dima menambahkan,  dengan menjadi BPRS Digital, Hijra Bank bisa melayani masyarakat lebih luas dibanding dengan BPRS konvensional.

BPR/BPRS memiliki layanan yang lebih terbatas dari bank umum. Bank jenis ini tidak boleh memberikan layanan giro dan transaksi valuta asing, lalau tidak bisa membuka cabang di luar wialayahnya tergantung tingkat modalnya.

Namun, dengan digitalisasi, BPRS bisa memperluas layanan sehingga memberi kebermanfaatan yang lebih luas. "Dengan menjadi bank digital, kami tidak perlu bukan cabang di setiap provisini Indonesia, hanya perlu satu kantor pusat, tetapi bisa melayani masyarakat lebih luas. Dengan digital kini bisa onboard langsung hanya lewat gadget," kata Dima.

Digitalisasi BPR/BPRS dilakukan dengan mengacu pada  Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 25/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

POJK 25 dikeluarkan sebagai upaya mendorong industri perbankan khususnya BPR/BPRS untuk meningkatkan kesempatan dalam berinovasi maupun berkolaborasi dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan produk sejalan dengan perubahan perilaku dan ekspektasi masyarakat yang memanfaatkan teknologi informasi.

Di dalam ketentuan ini, produk BPR dan BPRS dibagi berdasarkan tingkat risiko yaitu produk dasar dan produk lanjutan. Produk dasar terdiri dari produk, layanan, jasa, dan atau kegiatan lain untuk mendukung usaha BPR atau BPRS berupa penghimpunan dana, penyaluran dana, penempatan dana, dan kegiatan dasar lain.

Sementara produk lanjutan terdiri dari produk, layanan, jasa, dan atau kegiatan lain untuk mendukung usaha BPR atau BPRS yang berbasis teknologi informasi, produk yang berkaitan dengan kegiatan atau produk lembaga jasa keuangan nonbank atau yang dapat memengaruhi penilaian profil risiko BPR atau BPRS, dan memerlukan izin dan/atau persetujuan dari otoritas lain.

Baca Juga: BI Perkirakan DPK Perbankan Naik di kisaran 7,9% hingga 8,1% pada Tahun 2023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×