Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dari catatan Otoritas Jasa Keuangan, cuma bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 yang punya rasio dana murah alias current account and saving account (CASA) lebih dari 50% dari total dana pihak ketiga (DPK). Sementara DPK BUKU 3 hingga BUKU 1 masih didominasi oleh dana mahal.
OJK mencatat, per Agustus 2019 rasio dana mahal BUKU 1 sebesar 55,35%, BUKU 2 sebesar 54,53%, BUKU 3 sebesar 57,01%. Sementara BUKU 4 sebesar 36,41%.
Baca Juga: Kini, bayar BP Jamsostek bisa melalui LinkAja
Likuiditas dan persaingan yang ketat menghimpun dana murah dari masyarakat, ditambah terbatasnya daya jangkau layanan bikin bank menengah kecil masih mengandalkan dana murah guna untuk menopang DPK.
“Tiap bank punya segmen dan strategi masing-masing, tidak masalah dana murah masih mendominasi sepanjang persaingannya fair,” kata Presiden Direktur PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) Hariyono Tjahrijadi kepada Kontan.co.id, Minggu (17/11).
Per September 2019, rasio dana mahal bank BUKU 3 ini sejatinya masih mendominasi. Dari total DPK Bank Mayapada senilai Rp 75,95 triliun, dana mahal perseroan mencapai 54,98 triliun atau setara 72,39% dari total DPK.
Meskipun masih didominasi dana mahal, Hariyono bilang perseroan sejatinya juga terus berupaya memupuk rasio dana murahnya. Sejumlah strategi akuisisi nasabah juga disiapkan bank milik taipan asal Malaysia Dato Sri Tahir ini.
Baca Juga: Ini produk dan fitur baru yang disiapkan BNI sampai akhir tahun
“Kami terus berupaya meningkatkan kemampuan dan kemudahan transaksi e-channel, serta mendorong pertumbuhan nasabah baru, sehingga selain mendatangkan pendapatan komisi juga bisa menopang CASA,” lanjut Hariyono.
Di kelas BUKU 3 lainnya ada PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang juga mengalami hal serupa. Per September, rasio dana mahal perseroan masih mendominasi senilai Rp 120,49 triliun, atau setara 57,41% dari total DPK senilai Rp 209,86 triliun.
Total DPK tersebut memang tumbuh 17,25% (yoy) dibandingkan September 2018. Namun, Simpanan deposito yang menopang pertumbuhan sebesar 30,49% (yoy). Sementara simpanan giro tumbuh 7,61% (yoy), sementara tabungan justru mencatat pertumbuhan negatif 2,11% (yoy).
Sebelumnya, Direktur Keuangan dan Treasury BTN Nixon LP Napitupulu pernah menyatakan tingginya rasio dana mahal perseroan bikin membengkaknya biaya dana alias cost of fund perseroan. Hasilnya, bunga pinjaman perseroan jadi ikut terkerek naik.
Nah, guna menekan biaya dana tersebut, Nixon bilang mulai 2020 mendatang perseroan juga bakal mengubah fokus penghimpunan dana lebih mengarah e segmen ritel, alih-alih ke institusional. “75% simpanan kami berasal dari institusional yang bunganya bisa lebih tinggi 1%-2% dibandingkan ritel. Ini yang bikin biaya dana kami besar,” kata Nixon belum lama ini.
Sedangkan di kelas BUKU 2 ada PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA) juga mengalami hal serupa. Rasio dana mahal perseroan mendominasi DPK. Per September 2019, dana mahal perseroan mencapai Rp 15,03 triliun atau setara 75,69% (yoy) dari total DPK senilai Rp 19,86 triliun.
Secara total DPK perseroan juga tumbuh pesat sebesar 27,22% (yoy), namun simpanan deposito pula yang menopang pertumbuhan sebesar 40,37% (yoy), sementara giro tumbuh 5,88% (yoy), dan tabungan negatif 6,18% (yoy).
Meski demikian, Perwakilan manajemen sekaligus tim analis Bank Woori Rully Nova masih optimistis bisa mengejar target untuk menghimpun dana murah hingga 30% sampai akhir tahun ini.
Baca Juga: Siap implementasi Qanun LKS, BNI Syariah dan BNI bentuk tim khusus
“Guna meningkatkan dana murah kami akan meningkatkan aktivitas marketing untuk nasabah kredit existing dan niche market. Dan akan lebih intensif meluncurkan produk-produk baru guna memenuhi kebutuhan nasabah,” katanya kepada Kontan.co.id.
Di kelas BUKU 2 lainnya, ada PT Bank Sahabat Sampoerna yang justru berhasil menekan rasio dana mahalnya. Per September 2019 dana mahal perseroan mencapai Rp 7,64 triliun atau setara 80,12% dari total DPK senilai Rp 9,54 trilun.
Sementara pada September 2018 lalu, simpanan deposito perseroan mencapai Rp 6,64 triliun atau setara 85,38% dari total DPK senilai Rp 7,78 triliun.
Untuk mempertahankan pertumbuhan dana murahnya, perseroan juga bakal meluncurkan platform mobile banking pada akhir tahun mendatang. Adapula strategi untuk mengakuisuisi nasabah baru yang dilakukan perseroan dengan menggandeng PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) yang dapat membuka rekening tabungan di gerai Alfamart, dan Alfamidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News