Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
Produk trade finance BRI yang tercatat tumbuh paling pesat adalah transaksi SKBDN yang bersumber dari aktifitas bisnis domestik seperti perdagangan (barang dan jasa) antar daerah dan pembangunan infrastruktur.
Tahun ini, Listiarini melihat prospek bisnis trade finance akan makin besar tahun ini. Dia memandang dinamika geopolitik dan perang dagang masih belum mereda. Menurutnya itu bisa membawa dampak positif bagi Indonesia.
Perang dagang akan menekan kinerja keuangan korporasi di banyak negara sehingga mendorong korporasi tersebut mencari sumber energi yang lebih murah seperti batu bara untuk menekan biaya produksi dan juga barang substitusi dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Baca Juga: Perkuat pasar bisnis uang elektronik, LinkAja gandeng JNE
Lalu pengenaan tarif impor minyak kedelai AS yang dilakukan China akan mendorong permintaan produk substitusinya yakni CPO yang merupakan salah satu komoditas ekspor terbesar dari Indonesia.
Selain itu, bisnis trade finance juga akan terdorong sejalan dengan arus investasi yang juga diproyeksikan bakal kembali tumbuh pasca berakhirnya tahun politik, berlanjutnya proyek infrastruktur sebagai motor penggerak perekonomian domestik, serta kondisi finansial yang suportif.
Tahun ini, BRI menargetkan Rp 2,2 triliun fee based income dari bisnis trade finance atau tumbuh 20,21% dari tahun lalu. Untuk mencapai itu, BRI akan menyediakan layanan trade finance di seluruh kantor cabangnya, menyediakan akses ke pasar global bagi para nasabah UMKM BRI, dan meningkatkan layanan kepada sektor industri utama nasabah trade finance seperti pertambangan, produk kelapa sawit serta turunannya, pulp and paper, perdagangan dan infrastruktur.
Baca Juga: Mulai dijual 1 Februari, Samsung Galaxy Note 10 Lite dibanderol Rp 8,2 juta