Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Program Bank Wakaf Mikro (BWM) atau lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang digagas pemerintah terus menunjukkan perkembangan positif.
Sejak dimulai Oktober 2017 lalu, program BWM telah berkembang dan menyebar di sejumlah provinsi di tanah air, yakni di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Sekar Putih Djarot, Juru Bicara OJK mengatakan, hingga pertengahan April 2018, 20 BWM tersebut telah menyalurkan total pembiayaan Rp 4,08 miliar kepada 4.152 orang nasabah yang tergabung dalam 861 kelompok usaha masyarakat sekitar pesantren Indonesia atau KUMPI.
Bila dibandingkan bulan sebelumnya, pertumbuhan pembiayaan BWM terbilang pesat. Pada pertengahan Maret 2018 lalu, 20 BWM baru menyalurkan pembiayaan kepada 3.389 orang nasabah yang tergabung dalam 684 KUMPI dengan total pembiayaan sebesar Rp 3,05 miliar.
Tentu saja, pesatnya perkembangan BMW bukan tanpa dasar. Minimnya akses masyarakat terhadap perbankan, terutama di pedesaan, menyebabkan rentenir menjadi satu-satunya jalan bagi mereka ketika membutuhkan pinjaman uang.
Nah, keberadaan BWM dinilai menjadi salah satu lembaga keuangan yang mampu diandalkan untuk memutus praktik tersebut.
Syarat pendirian BWM
Dus, bank wakaf mikro berperan dalam menyediakan akses pembiayaan bagi masyarakat yang belum terhubung dengan lembaga keuangan formal. Hal ini, khususnya di lingkungan pondok pesantren yang saat ini jumlahnya mencapai 28.194 di tanah air.
“Tujuan BWM adalah meningkatkan inklusi dan akses keuangan bagi masyarakat kecil,” kata Sekar kepada Tabloid KONTAN.
Sesuai namanya, platform pembiayaan BWM memang menyasar masyarakat kecil serta usaha kelompok mikro dan kecil. Penyaluran permodalan BWM berasal dari donasi perusahaan maupun individu yang dihimpun oleh Lembaga Amil Zakat Nasional (Lazis).
Selain itu, skema permodalan BWM juga terbilang unik. Menurut Ahmad Soekro Tratmono, Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendirikan BWM.
Antara lain, harus berbadan hukum koperasi jasa syariah, punya donatur, berada di lingkungan pesantren, ada masyarakat produktif, dan memiliki pengurus BWM yang kompeten serta telah dididik pendamping.
Menurut Soekro, OJK berperan dalam memfasilitasi dan memberikan pendampingan kepada pesantren yang ingin mendirikan BWM. Selain itu, regulator jasa keuangan ini juga akan mengawasi operasional BWM layaknya lembaga keuangan lain yang diawasi OJK.
Dalam mendirikan BWM, setiap LKMS akan menerima permodalan untuk pendirian BWM minimal Rp 4 miliar dan maksimal Rp 8 miliar. Modal ini, antara lain, digunakan untuk dana penyaluran pembiayaan.
Namun, tidak semua modal BWM disalurkan menjadi pembiayaan. Sebagian dana akan ditempatkan dalam deposito syariah. Jadi, biaya operasional dan overhead cost BWM ditutup dari imbal hasil deposito.
Adapun, skema pembiayaan melalui BWM adalah pembiayaan tanpa agunan dengan nilai berkisar Rp 1 juta–Rp 3 juta dan margin bagi hasil setara 3%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News