kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

Bankir Keluhkan Beban Bunga Tinggi Menggerus Profitabilitas Bank


Senin, 27 Mei 2024 / 19:04 WIB
Bankir Keluhkan Beban Bunga Tinggi Menggerus Profitabilitas Bank
ILUSTRASI. Teller menghitung uang di Bank Mega, Jakarta, Selasa (12/3/2024). KONTAN/Baihaki/12/03/2024


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era bunga tinggi telah mempengaruhi profitabilitas perbankan. Bagaimana tidak, dengan suku bunga tinggi sejak pasca Covid-19, sejumlah bank tanah air telah mengerek suku bunga simpanannya, sementara naiknya bunga deposito tidak diimbangi dengan kenaikan suku bunga kredit karena mempertimbangkan kualitas kredit.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Februari 2024 mencatat, jumlah laba bersih Bank Umum mencapai Rp 39,36 triliun, menurun 1,77% secara tahunan (year on year/YoY) dari Rp 40,07 triliun pada Februari 2023.

Sementara itu data OJK per Februari mencatat beban bunga dari dana pihak ketiga (DPK) Bank Umum mencapai Rp 39,2 triliun, naik 34,29% YoY dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 29,21 triliun.

Adapun jika melihat laporan keuangan sejumlah perbankan pada Kuartal I-2024, kenaikan beban bunga menjadi keniscayaan yang membuat tergerusnya profitabilitas bank.

Baca Juga: BNI Terus Genjot Pembiayaan di Sektor Smelter

Hal ini tentu berdampak pada menurunnya pendapatan bunga bersih bank dan rasio margin bunga bersih (net interest margin/NIM), namun di sisi lain rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) justru meningkat.

Adapun jika melihat laporan kinerja keuangan sejumlah perbankan, isu peningkatan beban bunga memang menjadi concern bank saat ini untuk segera ditangani.

Ambil contoh PT Bank Mega Tbk (MEGA), beban bunga yang membengkak turut menggerus profitabilitas bank milik konglomerat Chairul Tanjung ini. Bank Mega mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 18,55% YoY menjadi Rp 802,51 miliar pada kuartal I-2024.

Wakil Direktur Utama Bank Mega Diza Larentie menyebut, penurunan laba bersih disebabkan oleh kenaikan biaya dana. Selain itu penyaluran kredit juga menjadi tantangan di tengah suku bunga tinggi

"Jadi kalau kita lihat memang cost of fund naik luar biasa. Tahun sebelumnya saja BI saja sudah menaikkan 7 days repo beberapa kali. Kemudian kredit agak bertolak belakang, minta bunganya turun padahal cost of fund naik," kata Diza kepada Kontan. 

Lebih lanjut Diza menyebut pihaknya akan mendorong himpunan dana murah (CASA) melalui berbagai program pada tahun ini. Pihaknya optimistis porsi CASA Bank Mega bisa mencapai 30% atau lebih. 

Secara rinci, Bank Mega mencatatkan peningkatan beban bunga secara bank only sebesar 8,27% YoY menjadi Rp 1,22 triliun pada kuartal I-2024. Padahal pendapatan bunga terlihat menurun 1,9% YoY menjadi Rp 2,59 triliun pada kuartal I-2024. 

Penurunan tersebut disebabkan penyaluran kredit yang melesu, yakni turun 1,17% YoY menjadi Rp 65,51 triliun. Alhasil pendapatan bunga bersih Bank Mega ikut menurun 9,2% menjadi Rp 1,38 triliun pada Kuartal I-2024. Rasio NIM juga ikut susut dari 5,42% menjadi 5,13% per 31 Maret 2024.

Baca Juga: NPL Sejumlah Bank Naik Usai Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Senada, peningkatan beban bunga juga menggerus profitabilitas dari PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB). Tercatat laba bersih Bank BJB menurun tipis dari Rp 371,64 miliar menjadi Rp 363,26 miliar pada kuartal I-2024. 

Beban bunga yang membengkak 28,7% YoY menjadi Rp 2,22 triliun pada kuartal I-2024, menjadi salah satu penyebab pendapatan bunga bersih Bank BJB menyusut 4,6% YoY menjadi Rp 1,62 triliun pada kuartal I-2024.

Alhasil rasio NIM Bank BJB ikut susut dari 4,77% menjadi 3,97% per 31 Maret 2024. Di sisi lain, rasio BOPO meningkat dari 87,85% menjadi 89,43% per 31 Maret 2024.

Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengatakan, pihaknya memperkirakan tantangan beban bunga tinggi di perbankan masih akan bertahan lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Hal ini mengingat BI baru saja menaikkan suku bunga acuan pada level 6,25%. 

"Ditambah lagi kondisi likuiditas yang cukup ketat. Upaya kami untuk mengimbangi hal tersebut adalah dengan mendorong pendapatan yang bersumber dari pendapatan lain berbasis fee based income sehingga dapat meminimalisir tekanan dari meningkatnya biaya dana untuk menjaga margin keuntungan," kata Yuddy kepada Kontan, Senin (27/5).

Adapun untuk mendorong pendapatan berbasis komisi tersebut, pihaknya akan fokus pada layanan dan pengembangan fitur-fitur transaksi agar nasabah lebih nyaman dalam menggunakan produk tabungan dan e-channel Bank BJB, sehingga ini dapat mendorong peningkatan transaksi nasabah.

Sejalan dengan itu Yuddy menyebut pihaknya terus melakukan upaya efisiensi, dimana per Maret 2024 biaya operasional Bank BJB telah menurun sebesar 4,5%.

Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan juga menyebut tantangan tahun ini masih seputar beban bunga yang tinggi atau cost of fund. Setidaknya ini juga yang menggerus pendapatan bunga bersih CIMB Niaga secara bank only turun dari Rp 3,21 triliun menjadi Rp 3,03 triliun pada Kuartal I-2024.

Adapun beban bunga yang tinggi tersebut tercatat naik dari Rp 1,89 triliun menjadi Rp 2,48 triliun pada Kuartal I-2024. Alhasil rasio NIM CIMB Niaga susut dari 4,71% menjadi 4,20% per 31 Maret 2024.

Untuk mengimbangi tingginya cost of fund tersebut, CIMB Niaga telah menaikkan suku bunga dasar kreditnya (SBDK) sebesar 25 bps sejak Februari lalu.

"Mau tidak mau kita harus rasional, jika bunga DPK tetap tinggi maka bunga kredit juga harus naik, bukan hanya untuk mempertahankan margin tapi juga untuk tetap profit setelah biaya kredit," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×