Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Industri perbankan menyebut telah mengantisipasi langkah Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunga acuan Fed Fund Rates (FFR). Direktur Utama PT Bank Mayapada Tbk, Haryono Tjahjarijadi mengatakan, yang perlu menjadi perhatian selain kenaikan FFR adalah perpindahan dana dari pasar modal dalam rupiah ke dolar Amerika (USD).
"Sejauh ini, likuiditas pasar uang baik rupiah ataupun USD di dalam negeri masih relatif baik dan diharapkan bisa bertahan sepanjang tahun 2017," ujar Haryono kepada KONTAN, Kamis (16/3).
Bunga deposito serta likuiditas perbankan juga tidak akan terdampak penurunan FFR. Pasalnya, mayoritas perbankan telah melakukan hedging dan pendanaan sejak lama. "Bila dilihat dalam kondisi saat ini, tidak akan terdampak," tuturnya.
Senada, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Achmad Baiquni menyebut pihaknya juga telah antisipasi lama hal tersebut. "Kita sudah lakukan antisipasi dari lama, untuk hedging sudah kita lakukan untuk pinjaman, untuk USD (pinjaman) juga sudah sebagian kita hedge," ujar Baiquni.
Secara terpisah, Direktur Tresuri BNI, Panji Irawan menambahkan, guna mengantisipasi terjadinya pengetatan likuditas pasca kenaikan FFR, bank berlogo 46 ini telah sebelumnya mengeluarkan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) sebesar Rp 2,7 triliun. "Kalaupun ada kenaikan suku bunga rupiah (BI Rate) kita juga sudah ada NCD yang tenor panjang di atas 12 bulan," jelas Panji.
Meski begitu, Panji menyebut kemungkinan akan ada potensi pengetatan likuiditas di awal bulan Juni 2017 atau menjelang hari raya Idul Fitri. "Likuditas belum akan ada pengetatan, mungkin di sekitar Lebaran mulai ketat, tapi itu sedikit," kata Panji.
Seperti diketahui, bank sentral Amerika Serikat memutuskan menaikan FFR sebanyak 25 basis poin (bps) menjadi 0,75%-1%. Sementara suku bunga rupiah atau BI 7-days rate repo diputuskan tetap di posisi 4,75%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News