Reporter: Adi Wikanto, Feri Kristianto, Anna Suci Perwitasari, Nurul Kolbi | Editor: Edy Can
JAKARTA. Jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi. Sayang, banyaknya orang kaya baru (OKB) tidak mendongkrak pertumbuhan investor ritel di pasar saham. Jumlah investor ritel di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun ini masih kurang dari 200.000 akun, cenderung stagnan sejak tahun lalu.
Saat pembukaan Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) 2012, Mahendra Siregar, Wakil Menteri Keuangan, bercerita, sebanyak 45 juta warga Indonesia yang tergolong ekonomi menengah. Kelompok ini mengeluarkan belanja antara US$ 2 sampai US$ 20 per hari. "Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5%-7%, jumlah kalangan menengah bisa menjadi 90 juta-125 juta orang," kata Mahendra, Jumat (5/10).
Mahendra yakin, bila kalangan ekonomi menengah itu menjadi investor di bursa, pasar modal Indonesia bakal kuat. Pasar modal memiliki fundamental kokoh, sehingga tidak perlu takut dengan aliran hot money alias dana asing.
Memang, perkembangan investor pasar modal belum sebanding dengan industri di sektor keuangan. Di perbankan misalnya, Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah simpanan masyarakat di bank umum per Juli 2012 mencapai Rp 2.961,42 triliun, tumbuh 6,34% dibandingkan akhir tahun 2011.
Simpanan itu tersebar di 101 juta rekening. Dari jumlah itu, sekitar 2 juta rekening tersimpan dana lebih dari Rp 100 juta per akun, sedang 98,5 juta rekening memiliki simpanan kurang dari Rp 100 juta.
Bandingkan juga dengan di industri asuransi. Hingga akhir semester I 2012, penetrasi asuransi di tanah air baru 1,68%. Artinya dari total 241 juta penduduk di Indonesia, pemilik polis asuransi baru sekitar 4 juta orang. Inipun dengan catatan, satu orang memiliki satu asuransi. "Produk pasar modal belum menjamah kalangan menengah ke bawah," kata Yanuar Rizky, pengamat pasar modal.
Soalnya, industri pasar modal bekerja sendiri-sendiri dalam menjaring investor. Pemerintah terkesan lepas tangan dalam hal itu.
M. Doddy Arifianto, pengamat ekonomi dan investasi Universitas Ma Chung, Malang, menambahkan sosialisasi pasar modal di kalangan menengah ke bawah sangat minim. "Akhirnya, OKB hanya menyimpan dana di deposito, karena sudah menjadi tradisi," jelas Doddy.
Doddy sependapat, pemerintah dan pelaku industri pasar modal harus sama-sama mempergencar sosialisasi berinvestasi bagi masyarakat. Namun, pemerintah jangan terburu-buru melaksanakannya. "Stabilitas ekonomi nasional harus diutamakan," katanya.
Soalnya, kalangan menengah di Indonesia merupakan OKB yang muncul pada awal tahun 2000-an. Artinya OKB itu belum memiliki kestabilan dalam pendapatan.
Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal juga masih rendah, akibat banyaknya kasus penipuan oleh lembaga investasi dan keuangan. Artinya, pemerintah juga wajib memperbaiki pengawasan bila ingin mendongkrak jumlah investor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News