Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto
“Hubungan dengan OJK, semua adalah pengawas asuransi jika secara UU. Artinya, jika pengawasan tidak diatur dalam PP, tetapi mereka punya kewenangan pengawasan berdasarkan UU,” ungkapnya.
Ketidaksinkronan aturan tersebut membuka celah pihak tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan dana secara mudah dengan memanfaatkan wilayah abu-abu (grey area) dalam pengawasan di sektor jasa keuangan.
“Artinya jangan semua aturan berdiri sendiri dan tidak menjadi satu kesatuan sehingga akan kesulitan serta menjadi celah yang dimanfaatkan oknum-oknum tidak bertanggung jawab, seperti kasus Asabri ini,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga.
Padahal selama ini, pengawasan di industri asuransi sudah dilakukan secara komprehensif. Misalnya saja, dengan keberadaan komisaris, OJK dan auditor untuk mengawasi kinerja perusahaan.
Baca Juga: Wow, utang Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat ke Asabri capai Rp 10,6 triliun
Dengan demikian, pengawasan secara komprehensif tetap membuka celah dan tidak menjamin keamanan 100%. Untuk mengantisipasi hal serupa, UU OJK masuk prolegnas 2020 untuk direvisi.
“Aturan ini harus dilakukan perubahan supaya jangan ada lagi namanya grey area. Tentunya dengan lingkup aturan yang jelas dan tidak membuka celah orang berniat buruk,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News