kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

BCA Belum Berencana Menaikkan Bunga Kredit Setelah BI Umumkan Kenaikan Suku Bunga


Jumat, 20 Oktober 2023 / 04:35 WIB
BCA Belum Berencana Menaikkan Bunga Kredit Setelah BI Umumkan Kenaikan Suku Bunga
ILUSTRASI. Bank Central Asia (BBCA) mengaku belum berencana untuk menaikkan suku bunga dasar kredit (SBDK).


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. PT Bank Central Asia (BBCA) mengaku belum berencana untuk menaikkan suku bunga dasar kredit (SBDK). Hal ini menanggapi keputusan Bank Indonesia yang akhirnya menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) ke level 6%, kemarin.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa kenaikan suku bunga yang dilakukan BI sejalan dengan perkembangan kurs rupiah yang melemah. Hal ini merupakan langkah yang tepat untuk menjaga nilai tukar rupiah.

"Terkait SKDB, BCA akan mengikuti perhitungan rata-rata, sebab saat ini BCA memiliki CASA dan deposito yang memadai. Saya pikir SBDK juga tidak akan diubah dan itu tergantung dari nanti hasil perhitungan kami," ungkap Jahja saat paparan kinerja, Kamis (19/10).

Baca Juga: Laba Bank BCA Naik 25,8%, Begini Rekomendasi Saham BBCA dari Analis

Untuk diketahui, di sisi pendanaan, CASA naik 4,7% YoY mencapai Rp 869,8 triliun per September 2023, berkontribusi hingga sekitar 80% dari total dana pihak ketiga. Secara keseluruhan, total dana pihak ketiga tumbuh 6,2% YoY menjadi Rp 1.089 triliun.

Sementara itu, BI mencatat kredit perbankan pada September 2023 tumbuh 8,96% secara tahunan. Angka ini terlihat melambat dari pertumbuhan kredit bulan sebelumnya 9,06% YoY. Menanggapi hal itu, menurut Jahja, untuk kredit tidak langsung terdampak oleh suku bunga.

"Bagi pengusaha pasti minta bunga yang paling rendah, tapi kenyataannya kalau memang dunia bisnis meningkat, yield bertambah terus maka nasabah tidak akan mengeluhkan interest rate. Mereka akan oke saja asal profitability dan sales-nya meningkat karena mereka bisa me-leverage. Kalau bisa di-leverage maka profitability-nya jauh di atas interset rate," ungkap Jahja.

Baca Juga: Laba Bank BCA (BBCA) Naik 25,8% Jadi Rp 36,4 Triliun pada Kuartal III

Sementara untuk kredit modal kerja, dan kredit investasi disebut Jahja ada pengaruh suku bunga. Debitur tidak serta merta melihat suku bunga, melainkan juga kemampuan makro ekonomi dan bisnis. Menurut dia, kalau bisnis menjanjikan dan loan berkembang terus pasti permintaan kredit akan meningkat.

"Kecuali memang kredit konsumen, kredit konsumen sangat sensitif, KKB dan KPR kita tidak ada kenaikan untuk suku bunga, bahwa dengan suku bunga yang kita jaga minat masyarakat pun tetap tinggi, dan kalau kita buat promo-promo penurunan bunga itu volumenya langsung melejit," tambah dia.

Oleh karena itu, menurut Jahja proyeksi kinerja BCA untuk tahun ini tetap konservatif dengan target kenaikan kredit berada di level 9%-10% di tahun ini. Pihaknya juga tidak mengincar sektor yang khusus karena menurut Jahja semua sektor oke.

"Tentu kami akan amati dan analisa per single debitur kelayakan untuk mendapatkan kredit. Tentu kalau menurut kami dia layak diberikan kredit tim kami akan memberikan kredit, jadi untuk sektor-sektor tidak ada yang khusus," imbuh dia.

Baca Juga: Dorong Pendanaan ke Startup, Bank Andalkan Anak Usaha di Bidang Modal Ventura

Sementara itu, jelang tahun pemilu 2024, dia melihat kondisi pasar modal cenderung fluktuatif meskipun minat pada pasar modal di global sedikit berkurang. Jahja mencermati, masyarakat Indonesia sudah melewati pesta demokrasi beberapa kali. Setelah pemilu selesai, kondisi ekonomi akan kembali normal seperti sebelumnya.

Selain itu, pemilu 2024 tidak mempengaruhi investasi secara keseluruhan di Indonesia. Menurutnya, untuk investasi dalam bentuk saham dan obligasi tidak langsung berkaitan dengan tahun politik, hal ini berkaitan juga dengan alternatif dan tersedianya dari pasar modal.

“Untuk investasi ada macam-macam bentuknya, ada investasi ke pasar modal, obligasi atau investasi dalam bentuk membangun proyek-proyek baru. Jadi ini mungkin bisa dilihat agak berbeda-beda kebutuhannya,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×