kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.495.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.585   85,00   0,54%
  • IDX 7.521   40,52   0,54%
  • KOMPAS100 1.169   8,10   0,70%
  • LQ45 933   4,48   0,48%
  • ISSI 227   2,02   0,90%
  • IDX30 480   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 578   0,90   0,16%
  • IDX80 133   1,02   0,77%
  • IDXV30 142   1,62   1,15%
  • IDXQ30 161   0,16   0,10%

Beda Nasib Investor Asing Kala Masuk Industri Perbankan Tanah Air


Minggu, 13 Oktober 2024 / 21:07 WIB
Beda Nasib Investor Asing Kala Masuk Industri Perbankan Tanah Air
ILUSTRASI. Digitalisasi pembukaan rekening baru, Bank Commonwealth hemat hingga 80%


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan Indonesia terus menarik minat investor asing, dengan pintu masuk untuk investasi di sektor ini belum tertutup. 

Salah satu bank asing yang dikabarkan tertarik melakukan ekspansi adalah Tyme Bank dari Afrika, yang menyasar sektor UMKM. 

Meskipun demikian, rencana ini masih belum pasti karena Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum menerima pengajuan izin resmi.

Di sisi lain, bank-bank asing dari Asia telah lama berkiprah di Indonesia, meskipun kesuksesan di negara asal mereka tidak selalu tercermin dalam kinerja lokal.

Baca Juga: Bersiap Masuk Indonesia, Bank Digital Asal Afrika Bidik Pasar UMKM

Salah satu contohnya adalah Kookmin Bank, pemegang saham utama PT Bank KB Bukopin Tbk (KB Bank) sejak 2018.

Meski Kookmin merupakan bank terbesar di Korea Selatan, anak usahanya di Indonesia belum mampu mencatatkan laba sejak akuisisi.

Berdasarkan laporan keuangan per Agustus 2024, KB Bank masih mencatat rugi sebesar Rp 2,62 triliun, meski angka ini telah menyusut dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan kerugian Rp 3,27 triliun.

VP Corporate Relations KB Bank  Adi Pribadi mengungkapkan bahwa sejatinya KB Bank sudah mencatatkan perbaikan-perbaikan seiring dengan transformasi yang sudah dijalankan. Di mana, bank melakukan peningkatan dari sisi pendapatan yang diseimbangkan dengan pengelolaan biaya.

"Kami tetap menargetkan untuk mampu mencatat profitabilitas atau turnaround di tahun 2025, sesuai dengan guideline yang telah kami tetapkan sebelumnya," ujar Adi pada Jumat (11/10).

Baca Juga: Industri Perbankan Tanah Air Masih Dilirik Investor Asing

Adi juga menjelaskan bahwa saat ini pihaknya juga berfokus pada pengembangan agar tak kalah dalam persaingan di segmen ritel dan UMKM. Sebab, ia menyadari bahwa Kookmin Bank di Korea Selatan juga memiliki DNA yang kuat di dua segmen tersebut.

Terlebih, ia menyadari bahwa KB Bank memiliki keuntungan dengan adanya Korean Link Business, dimana Korea Selatan merupakan negara dengan investasi terbesar nomor 7 di Indonesia, dengan lebih dari 2.000 perusahaan asal Korea Selatan tersebar di seluruh Indonesia. 

“Potensi inilah yang menjadi kekuatan dan keunikan kami untuk mendorong penetrasi dan pertumbuhan di segmen ritel dan UMKM,” tambahnya.

Contoh lain adalah Bangkok Bank yang mengakuisisi PT Bank Permata Tbk pada tahun 2020 lalu. Bank terbesar di Thailand berdasarkan total aset ini kini memegang 89,12% saham dari bank berkode emiten BNLI ini.

Secara kinerja, sejatinya Bank Permata di bawah kendali Bangkok Bank memiliki pertumbuhan laba yang mencapai dua digit beberapa tahun belakangan.

Baca Juga: Investor Asing di Industri Perbankan Tanah Air Makin Ramai, Persaingan Kian Ketat

Hanya saja, pertumbuhan yang konsisten belum bisa dimiliki oleh bank yang baru-baru ini menghilangkan logo permata dalam wajah barunya.

Hal tersebut tercermin dalam kinerjanya yang di tahun ini hanya tumbuh single digit. Di mana, era suku bunga tinggi menjadi penggerus profitabilitas yang dimiliki oleh Permata Bank pada tahun ini.

Per Agustus 2024 saja, Bank Permata hanya mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 1,71% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 2,37 triliun. Hal tersebut sejalan dengan pendapatan bunga bersih mereka yang hanya tumbuh 1,67% YoY menjadi Rp 6,75 triliun.

Direktur Utama Bank Permata Meliza M. Rusli mengungkapkan bahwa saat ini sebagai bagian dari Bangkok Bank, pihaknya lebih berfokus pada nasabah korporasi asal Indonesia yang memiliki bisnis di luar negeri.

Di mana, itu juga yang dilakukan oleh Bangkok Bank terhadap nasabah korporasinya di Thailand.

Baca Juga: Tebar Jaring Jaringan Bank Asal Negeri Gingseng

Oleh karenanya, hal itu pun yang membuat pangsa pasar Bank Permata saat ini didominasi oleh nasabah non-individual atau korporasi dengan porsi melampaui 60%. Segmen ini juga terbagi dalam berbagai kelas, yakni kecil, menengah, hingga korporasi besar. 

Sementara itu, Meliza menyebutkan untuk segmen nasabah individual di Bank Permata sekitar 32%. Dan ia memastikan bahwa nasabah individual pun tak ditinggalkan. Salah satu buktinya adalah merupakan perubahan baru dalam aplikasi mobile untuk kebutuhan nasabah.

“Kami berharap sebenarnya branding ini lebih untuk menunjukkan bahwa PermataBank ini melayani semua segmen, tidak terbatas hanya korporasi atau hanya perusahaan saja,” ujar Meliza, belum lama ini.

Di sisi lain, Meliza pun optimistis bahwa Bank Permata dapat berkembang di bawah kendali Bangkok Bank. Bahkan, ia menargetkan bisa naik kelas ke bank KBMI 4 dalam beberapa tahun mendatang.

“Di Indonesia, Bangkok bank sudah berada di Indonesia sejak tahun 1968 dan mereka sudah mengenal karakter Indonesia dan memiliki komitmen jangka panjang,” tambah Meliza.

Contoh terakhir, ada PT Bank Danamon Indonesia Tbk yang kini dimiliki oleh MUFG Bank dengan kepemilikan saham mencapai 92,47%. Sebagai informasi, MUFG juga merupakan bank terbesar di negara asalnya, Jepang.

Baca Juga: Permata Bank (BNLI) Luncurkan Perubahan Logo Baru

Hanya saja, kinerja keuangan mereka memang sedang tidak baik-baik saja. Hingga Agustus 2024, laba yang dibukukan oleh Bank Danamon senilai Rp 2 triliun atau mengalami penurunan sekitar 6,99% dari periode sama tahun lalu. 

Pada awal tahun ini, Executive Officer Country Head of Indonesia MUFG Bank Ltd Kazushige Nakajima bilang keuntungan telah dirasakan oleh MUFG sejak menjadi pemegang saham. Sebab, ia menilai potensi Indonesia memang cukup besar dengan menjadi negara paling strategis di Asia. 

“Dalam hal pengembalian profitabilitas ya hasilnya seperti yang dilihat di informasi publik dari kami masing-masing,” ujar Nakajima, kala itu.

Bahkan, Ia pun menyebutkan investasi di Indonesia memiliki pasar yang lebih menggiurkan dibandingkan dengan investasi MUFG yang dilakukan di Thailand. Mengingat, MUFG sudah melakukan investasi besar di Thailand sejak 10 tahun yang lalu.

“Tapi perlu diingat, investasi tidak melulu yang menghasilkan pendapatan tapi juga pada pengembangan bisnis,” ujarnya.

Selanjutnya: Surplus Neraca Perdagangan Diprediksi Berlanjut di September, Ini Kata Ekonom Maybank

Menarik Dibaca: Waspada Bencana Jawa Tengah Besok (14/10), Ini Peringatan Dini Cuaca Hujan Lebat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×