Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Sampai akhir April 2018 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan izin usaha kepada 20 bank wakaf mikro di lingkungan pondok pesantren yang tersebar di Kabupaten Lebak, Serang, Bandung, Ciamis, Cirebon, Purwokerto, Cilacap, Kudus, Klaten, Yogyakarta, Surabaya, Jombang, dan Kediri. Hingga akhir 2018, OJK menargetkan ada 50 BWM yang berdiri di seluruh penjuru negeri.
Salah satu bank wakaf mikro yang telah resmi mengempit izin operasional dari OJK adalah LKMS Bahrul Ulum Barokah Sejahtera di Jombang, Jawa Timur. BWM yang berada di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas ini, berdiri pada 1 Februari 2018 dan berada di bawah badan hukum koperasi.
Abdul Latif Malik, Ketua BWM Bahrul Ulum Barokah Sejahtera, berkisah, modal awal pendirian BWM Bahrul Ulum berasal dari dana hibah yang di berikan oleh Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Mitra Umat (Laznas BSMU) sebesar Rp 250 juta. Dari modal awal tersebut, BWM Bahrul Ulum telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 140 juta.
Pembiayaan yang dikucurkan BWM Bahrul Ulum itu mengalir kepada 140 orang nasabah dengan plafon pinjaman masing-masing sebesar Rp 1 juta.
“Pembiayaan yang kami salurkan berupa uang tunai sebagai modal usaha nasabah,” kata pria yang akrab disapa Gus Latif itu kepada Tabloid KONTAN.
Gus Latif menambahkan, sebagian besar nasabah BWM Bahrul Ulum adalah pedagang makanan, jasa binatu, jasa rental, dan peternak yang berada di sekitar pondok pesantren Tambakberas dengan jangkauan satu kecamatan.
“Ke depan akan diperkenankan untuk menambah jumlah pinjaman apabila angsuran sudah terverifikasi bagus,” imbuh dia.
Adapun, jangka waktu pembayaran cicilan pinjaman yang diberlakukan BWM Bahrul Ulum selama 40 minggu. Contoh, untuk pinjaman Rp 1 juta, nasabah bisa membayar cicilan selama 40 minggu dengan angsuran Rp 25.000 plus Rp 700. Jadi, cicilan yang harus dibayar debitur tiap minggu Rp 25.700.
Nah, dalam jangka waktu sekitar 10 bulan, nasabah harus melunasi pinjaman Rp 1 juta plus Rp 28.000 atau dengan skema bagi hasil 2,8% flat. “Sebenarnya, pengembaliannya bukan bagi hasil, tapi lebih kepada penyesuaian nilai inflasi. Jadi, bisa dikatakan pinjaman tanpa bunga dan tanpa biaya administrasi alias 0%,” beber Gus Latif.
Tanggung renteng
Lantas, bagaimana jika terjadi gagal bayar? Ternyata, para pengelola BWM punya strategi masing-masing. Contohnya, kebijakan yang diberlakukan oleh pengelola BWM Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat. BWM ini berdiri 3 Oktober 2017.
Menurut Agus Nasrullah, Ketua Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren, pihaknya menerapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi kredit macet. Di antaranya, menjalankan program yang diberi nama “halmi”, yakni singkatan dari halaqoh mingguan.
Melalui program ini, pengelola BWM Buntet Pesantren dan para nasabah melakukan pertemuan rutin setiap pekan. Biasanya agenda halmi diisi acara keagamaan, sekaligus menjadi tempat pembayaran cicilan pinjaman nasabah.
Bukan cuma menggelar program halmi, dalam skema pembiayaan BWM Buntet Pesantren juga disediakan pelatihan dan pendampingan serta pola pembiayaan yang dibuat per kelompok debitur atau istilahnya tanggung renteng.
Agus mencontohkan, semua anggota kelompok nasabah wajib bertanggung jawab terhadap pembiayaan yang diterima masing-masing anggota. Misalnya dalam satu kelompok ada 10 nasabah.
“Jika ada satu orang anggota kelompok menunggak pembayaran cicilan, maka yang sembilan orang harus ikut menanggung cicilannya. Jika tidak dilunasi, maka ke depannya kami enggak akan memberikan pinjaman lagi (ke kelompok itu),” ujar Agus.
Dengan menerapkan strategi tersebut, Agus mengklaim, pihaknya mampu menghindari risiko gagal bayar nasabah. Bahkan, kata dia, saat ini rasio kredit bermasalah di BWM Buntet Pesantren tercatat 0%.
Serupa dengan bank wakaf lainnya, BWM Buntet Pesantren juga menerapkan skema pembiayaan tanpa agunan dengan nilai berkisar Rp 1 juta hingga Rp 3 juta per nasabah. Untuk jangka waktu pinjaman, menurut Agus, bergantung pada kesepakatan kelompok usaha yang menaungi para nasabah. Tapi kisarannya 5–6 bulan.
Sejak berdiri hingga sekarang, Agus bilang, lembaganya telah menyalurkan pembiayaan Rp 250 juta. Sebagian besar pembiayaan disalurkan kepada para pelaku usaha mikro seperti pedagang jamu, pedagang makanan dan usaha jasa cuci pakaian alias binatu.
“Sampai saat ini, pembiayaan yang telah kami salurkan baru diterima oleh 211 orang nasabah. Rencananya, pada bulan Mei nanti akan ada penambahan 30 orang calon debitur,” tandas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News