kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Begini peran kredit perbankan terhadap pertumbuhan PDB Indonesia


Senin, 17 Agustus 2020 / 17:36 WIB
Begini peran kredit perbankan terhadap pertumbuhan PDB Indonesia
ILUSTRASI. JAKARTA,14/03-KAWASAN PT Danayasa Arthatama Tbk (SCDB) . Gedung perkantoran di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta, Selasa (14/03). KONTAN/Fransiskus Simbolon/14/03/2017


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri, peran perbankan memang tidak pernah bisa luput. Bagaimana tidak, perbankan sebagai lembaga intermediasi tentu menjadi salah satu faktor pemicu pergerakan ekonomi di seluruh sektor. 

Singkatnya, kenaikan permintaan kredit perbankan baik kredit konsumsi, modal kerja, ataupun investasi tentu akan mendorong daya beli, pertumbuhan usaha, sampai dengan peningkatan investasi. Pun, di Indonesia sendiri rasio aset perankan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) masih baru sebesar 55,01% per akhir 2019 lalu menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Baca Juga: Peran perbankan penting bagi pertumbuhan ekonomi

Walau terlihat jumbo, faktanya posisi ini masih sangat jauh kalau dibandingkan dengan negara tetangga Indonesia seperti Malaysia, Thailand dan Singapura yang rasio aset perbankan terhadap PDB sudah sangat tinggi bahkan menembus 110%. Ini artinya, perbankan dalam negeri masih punya ruang yang sangat besar untuk mendorong ekspansi. 

Bila menelisik data historis, per akhir 2019 lalu total kredit perbankan terhadap PDB ada di level 35,7% di akhir kuartal IV 2019. Posisi ini hanya relatif naik sedikit dari periode kuartal I 2019 yang sebesar 35,4% menurut data The Global Economy. Data yang sama juga menunjukkan bahwa sejak kuartal I tahun 1976 hingga akhir 2019 lalu rata-rata rasio kredit terhadap PDB ada di kisaran 28,73%. Dengan posisi terendah terjadi pada kuartal I 1981 yakni sebesar 13,5% saja.

Tetapi sejarah mencatat, rasio kredit terhadap PDB Indonesia pernah sangat tinggi yaitu menembus 76,7% tepatnya pada kuartal II tahun 1998. Semenjak periode tersebut, pangsa pasar kredit perbankan terhadap PDB di Indonesia terus melandai. Bahkan sempat turun ke level 16,8% pada kuartal II 2002. 

Itu menandakan, pada masa krisis moneter yang terjadi di tahun 1997-1998 mayoritas sektor ekonomi di Tanah Air memang mengandalkan bank sebagai sumber pendanaannya. 

Baca Juga: Amankan arus kas, pelaku bisnis pelayaran jaga pengeluaran di semester II

Namun di luar itu semua, pertumbuhan kredit perbankan sejatinya memang sudah menjadi fokus Pemerintah saat ini, terutama dalam rangka menggerakkan roda perekonomian. Sebabnya, secara umum dalam mencapai visi pembangunan ekonomi Indonesia pada tahun 2045, pemerintah perlu mendorong percepatan reformasi struktural mengingat beberapa isu yang masih dihadapi antara lain rendahnya produktivitas nasional yang disebabkan oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), gap infrastruktur,  serta rendahnya tingkat adopsi teknologi. 

Menurut Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede, dalam menjawab isu pembangunan tersebut,  Indonesia perlu meningkatkan kapasitas pembiayaan domestik termasuk fungsi intermediasi perbankan serta kondisi inklusi keuangan yang masih dapat ditingkatkan kembali.

Walau di sisi lain, dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini fungsi intermediasi perbankan cenderung tidak optimal mengingat permintan domestik cenderung melambat baik konsumsi dan investasi sehingga mendorong rendahnya permintaan kredit perbankan. Meskipun demikian, pemerintah, BI dan OJK berkoordinasi dan berupaya mengelola kondisi likuiditas perbankan mengingat dalam 2 episode krisis yang dialami oleh perekonomian domestik, baik krisis keuangan Asia 1997-1998 dan krisis keuangan global 2008, likuiditas sektor keuangan khususnya perbankan perlu dikelola dalam kondisi yang sehat.

Baca Juga: Bank syariah milik BUMN siap untuk dimerger

"Dengan pengelolaan kondisi likuiditas sektor perbankan dalam kondisi yang sehat, maka stabilitas sektor perbankan pun dapat terwujud," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (16/8).

Oleh sebab itu, dengan upaya mendorong stabilitas sektor perbankan, maka diharapkan fungsi intermediasi perbankan pada sektor riil pun diperkirakan akan tetap optimal. Ke depannya, selain percepatan reformasi struktural di sektor riil, pemerintah juga perlu mendorong pendalaman sektor keuangan terutama peningkatan inklusi keuangan di sektor perbankan.

Peningkatan efisiensi, penguatan permodalan perbankan juga diharapkan dapat terwujud sedemikian sehingga fungsi intermediasi perbankan dapat terus meningkat untuk menjawab tantangan pembiayaan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai visi Indonesia 2045.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×