Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembentukan Lembaga Penjamin Polis di tengah situasi beberapa perusahaan asuransi gagal bayar telah menjadi kebutuhan mendesak. Terlebih, lembaga ini diamanatkan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Untungnya, lembaga ini tampaknya bisa segera terwujud karena sudah dipertegas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang menyebutkan program ini akan dijalankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Pengamat Asuransi Irvan Raharjdjo bilang mendukung upaya percepatan pembentukan lembaga tersebut. Namun, ada beberapa saran yang ia lontarkan agar lembaga ini dapat berjalan efektif.
Misalnya, berbicara terkait produk-produk apa yang bisa dijamin oleh lembaga ini. Ia bilang sebaiknya penjaminan hanya menjamin nasabah individu bukan nasabah korporasi.
Baca Juga: Beri Solusi Penyakit Kritis, AXA Financial Luncurkan AXA Critical Protector
“Penjaminan hanya untuk asuransi jiwa dan kesehatan (komersial), tidak termasuk asuransi umum,” imbuh Irvan kepada KONTAN, Sabtu (22/10).
Tak hanya itu, Irvan juga berbicara terkait iuran penjaminan ini. Menurutnya, iuran LPP harus meliputi kontribusi perusahaan asuransi, nasabah pemegang polis dan pemerintah
Ditambah, adanya subsidi silang pembayaran iuran antara perusahaan yang kurang sehat dengan perusahaan yang sehat.
“Harus ada mekanisme bagi beban dengan nasabah untuk mencegah moral hazard dan adverse selection. Bahwa tidak sepenuhnya nasabah mendapat penjaminan polis,” ujar Irvan.
Terakhir, Irvan menegaskan perlu ada mekanisme three line of defense apabila Lembaga Penjamin Polis mengalami defisit atau gagal bayar. Mengingat, pengalaman adanya sejumlah asuransi gagal bayar yang belum terselesaikan akibat terbatasnya suntikan dana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News