Reporter: Wahyu Satriani, Bernadette Christina, Nurul Kolbi |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali melontarkan keinginan mengatur remunerasi eksekutif perbankan. Bank sentral menilai, tingginya remunerasi bankir menjadi salah satu unsur inefisiensi perbankan. Inefisiensi ini membuat bunga kredit tinggi, sehingga industri nasional sulit bersaing dengan industri di negara lain.
Inefisiensi perbankan di Indonesia terlihat dari tingginya rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). BI mencatat, rasio BOPO perbankan Indonesia 88,6%. Bandingkan dengan BOPO bank di Malaysia yang hanya 40% dan Filipina 74%.
"Salah satu penyebab tingginya BOPO adalah biaya gaji yang tinggi," kata Direktur Direktorat Penelitian dan Perbankan BI Wimboh Santoso.Itu sebabnya, BI akan mengatur remunerasi melalui penerapan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) akhir Maret 2011 ini.
Jadi, setelah bank melaporkan struktur biaya, BI membandingkan biaya satu bank dengan bank lain (benchmark), termasuk komponen gaji dan bonus direksi. "Yang komponen biayanya kurang masuk akal kami panggil, kami ingatkan benchmark-nya harus sekian,” tegas Gubernur BI Darmin Nasution, kemarin. Dia menegaskan, BI berhak memerintahkan bank memangkas biaya hingga batas wajar.
Ini bukan kali pertama Darmin mempersoalkan gaji bankir. Pada acara Banker’s Dinners Januari 2011, ia meminta bank meninjau ulang sistem remunerasi para petingginya. Kata Darmin, pembenahan remunerasi ini sesuai kesepakatan G-20 tahun lalu. Negara anggota G-20 sepakat membenahi bonus para bankir untuk mencegah terulangnya krisis.
Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengatakan, gaji pegawai merupakan komponen terbesar biaya operasional, porsinya sekitar 35%. Tapi, menurutnya, gaji bankir di Indonesia masih wajar. "Tak perlu di-benchmark, standar gaji direksi tidak bisa dipukul rata," katanya.
Sebaliknya A. Prasentyatoko, Ekonom Unika Atmajaya Jakarta, menilai, biang keladi tingginya biaya operasional bank, ya, remunerasi direksi. "Karena sumber pemborosannya di situ, biaya itulah yang harus dipangkas," katanya.
BI bisa mengatur gaji dengan menyusun standar remunerasi. Misalnya, BI fokus pada efisiensi, maka bank yang belum efisien tak boleh jor-joran menetapkan gaji. "BI juga bisa mengaitkan gaji dengan kemampuan bank menekan NIM atau kredit ke usaha produktif," kata Prasetyantoko. Intinya, dalam menetapkan gaji, bank jangan cuma berpatokan pada pertumbuhan laba, tapi juga ke kinerja riil.
Presiden Direktur BCA D.E. Setijoso enggan berkomentar. Menurutnya, gaji bankir BCA masih lebih rendah ketimbang gaji di bank asing. "Yang pasti gaji saya kalah sama Dirut Citibank," katanya.
Senada, Dirut BNI Gatot M. Suwondo mengatakan, "BI bagian dari industri perbankan, kalau bank tidak efisien berarti BI juga tidak efisien. Jadi, yang boros itu bank swasta, bank BUMN, bank asing atau BI?"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News