kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI awasi sistem pembayaran transaksi fintech


Selasa, 15 November 2016 / 06:05 WIB
BI awasi sistem pembayaran transaksi fintech


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Industri teknologi finansial (fintech) berkembang pesat. Sebagai otoritas sistem pembayaran Bank Indonesia (BI) bergerak cepat dengan merilis aturan yang mengawasi sistem pembayaran fintech.

BI memantau penyelenggaraan transaksi pembayaran fintech melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

Deputi Gubernur BI Ronald Waas mengatakan tujuan dikeluarkannya PBI ini guna mendukung pelaksanaan bisnis financial technology di Indonesia, terutama mengenai perlindungan konsumen.

Aturan main tersebut merupakan salah satu bentuk BI untuk mendukung pelaksanaan pembayaran transaksi e-commerce yang lebih aman dan efisien.

Melalui ketentuan tersebut, BI mengatur, memberikan izin dan mengawasi penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang dilakukan oleh prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, serta penyelenggara transfer dana.

Teknisnya, BI membedakan penyelenggara menjadi dua. Yakni, penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) dan penyelenggara penunjang sistem pembayaran. PJSP sendiri terdiri dari prinsipal, penyelenggara switching, penerbit, acquirer, penyelenggara payment gateway, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penyelenggara transfer dana dan penyelenggara dompet elektronik.

Sementara penyelenggara penunjang merupakan pihak yang menyediakan layanan menyediakan layanan kepada PJSP dalam rangka menunjang penyelenggaraan kegiatan jasa sistem pembayaran.

Di antaranya, pencetakan kartu, personalisasi instrumen pembayaran, data center atau disaster recovery center, penyediaan terminal anjungan tunai mesin (ATM), mesin gesek (EDC) dan sebagainya.

Yang patut dicatat, BI membatasi porsi kepemilikan asing dari usaha penyelenggaraan sistem pembayaran maksimal 20%. Dus, 80% saham harus dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

"Minimal harus 80% kepemilikannya dipegang orang Indonesia atau badan hukum nasional. Kami perlu bersikap hati-hati terhadap itu," kata Ronald, Senin (14/11).

Poin penting lain, setiap pihak yang bertindak sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran wajib mengantongi izin dari BI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×