Reporter: Nina Dwiantika, Mona Tobing | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) seperti berpacu dengan waktu. Otoritas moneter ini berencana menuntaskan beberapa regulasi penting, sebelum fungsi pengawasan bank resmi pindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satunya, mengenai efisiensi perbankan.
BI menciptakan efisiensi lewat beberapa cara. Yang paling mudah dan segera terealisasi adalah memaksa bank memperbaiki biaya dana mereka. Pertimbangannya, saat ini biaya dana berkontribusi paling besar terhadap bunga kredit. Setelah itu, baru membenahi premi risiko, profit margin dan benchmarking biaya antarbank.
Dalam membenahi struktur biaya, BI akan membatasi pemberian hadiah, cash back ataupun special rate. Maklum, bonus tambahan ke para nasabah ini mengakibatkan persaingan memperebutkan dana pihak ketiga (DPK) menjadi tidak sehat.
Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah menjelaskan, beberapa poin yang bakal masuk dalam aturan. Pertama, besaran biaya pemberian hadiah yang wajar. Kedua, apakah pemberian hadiah berpengaruh signifikan ke biaya dana dan promosi, sehingga bunga kredit menjadi tinggi. Ketiga, seberapa besar efektivitasnya terhadap kenaikan DPK.
Jika biaya dana dan promosi meningkat terus, sementara kenaikan DPK sangat kecil, berarti ada yang tidak beres di bank. "Kami belum mencapai suatu kesimpulan. Sejauh ini masih sebatas opsi," katanya, Rabu (14/12). Menurut dia, efisiensi bertujuan meningkatkan daya saing, sehingga mampu berkompetisi dengan bank dari negara lain di Asia.
Rendahnya tingkat efisiensi tergambar dari rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) per Oktober lalu yang mencapai 86,44%. Bandingkan dengan rata-rata BOPO perbankan di ASEAN antara 40%-60%.
Halim tak bersedia menjelaskan lebih detail arah kebijakan ini. Ia hanya mengatakan, aturan yang dapat menciptakan efisiensi akan menjadi prioritas.
Bankir berkeberatan
Eko Budiwiyono, Direktur Utama Bank BPD DKI mengatakan, biaya promosi dan hadiah relatif kecil. "Kami baru tahun ini memberikan promosi besar-besaran dibandingkan tahun lalu," terangnya.
Biaya iklan dan hadiah itu hanya sekitar 5% dari total biaya dana Bank DKI sebesar Rp 800 miliar. "Jumlah ini tidak memberatkan, meskipun dampak ke DPK belum signifikan," katanya. DPK Bank DKI tumbuh 5% atau sebesar Rp 16 triliun.
Zulkifli Zaini, Direktur Utama Bank Mandiri juga mengutarakan keberatan dengan rencana pembatasan ini. Menurutnya, bank sentral perlu memperhatikan kaitan antara pemberian hadiah dengan pertumbuhan DPK.
Dia mencontohkan alokasi dana hadiah di Bank Mandiri sebesar Rp 200 miliar sampai Rp 300 miliar dalam satu tahun. Jumlah ini hanya sekitar 0,08% dari perolehan DPK per September 2011 yang sebesar Rp 367 triliun. "Biaya hadiah itu tidak sebanding dengan pertumbuhan DPK kami," ucap Zulkifli.
Bagi Bank Mandiri, biaya hadiah dalam setahun memang terbilang kecil. Tapi Zulkifli lupa satu hal, tindakan itu mendorong bank-bank lain, terutama kelas menengah, jorjoran memberikan hadiah. Ini memacu perebutan DPK tak sehat.
Beny Purnomo, Direktur Bisnis dan Ritel Bank Mutiara mengatakan, anggaran biaya hadiah Bank Mutiara sekitar 6% dari total biaya dana. Menurut Beny jumlah ini relatif kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News