Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Johana K.
JAKARTA Bank Indonesia (BI) meyakini gejolak yang melanda bursa saham dan pemburukan nilai tukar yang terjadi beberapa hari terakhir terimbas sulutan kepanikan yang berpusat di Eropa, tidak akan berlangsung lama. Pasalnya, dilihat dari sisi fundamental sejatinya kondisi ekonomi tidak buruk-buruk amat. "Kami anggap ini tidak terlalu mengkhawatirkan karena fundamentalnya tidak begitu. Hubungan antara Rupiah dan Dollar arahnya juga menguat (ke depan). Jadi, (gejolak) ini sementara saja," ujar Pjs. Gubernur BI Darmin Nasution di Jakarta, Jumat (7/5).
BI juga tidak melihat gejolak ini sebagai muara kemunculan krisis finansial baru. "Tidak, jauh dari itu. Fundamentalnya jauh dari itu. Amerika Serikat dan Eropa baik, kecuali Yunani dan beberapa negara. Ini bukan fenomena yang menunjukkan bahwa semua memburuk," tegasnya.
Darmin menjelaskan, gelombang keresahan yang berimbas pada anjloknya harga saham hampir di seluruh penjuru dunia, termasuk penguatan Dollar terhadap semua mata uang, berpangkal dari kondisi Eropa yakni terkait kasus krisis utang Yunani. "Semua dunia mengalami ini, Indonesia bukan yang terburuk (mendapat imbas), meski juga bukan yang terbaik," katanya.
Dalam situasi ketidakpastian dan kepanikan, para pemilik modal berlari memburu dollar AS. Ini yang membikin mata uang negeri Uwak Sam tersebut mendadak perkasa terhadap hampir semua mata uang di dunia. Darmin menuturkan, bila melihat perkembangan penyelesaian kasus Yunani, harusnya pasar sudah mulai tenang. "Mestinya tidak lama, begitu solusi untuk Yunani jelas," katanya.
Namun, karena ini lebih terkait ke masalah sentimen atau psikologi pasar, maka meredanya kepanikan sulit dipastikan. "Kita tidak tahu untuk Yunani, apakah Bank Sentral Uni Eropa dan IMF kesepakatannya sejauh mana yang bisa meyakinkan pasar. Biarpun sudah diputuskan solusinya tapi jika pasar tidak percaya, ya, tidak akan jalan juga," jelas Darmin.
Terlebih, saat ini perhatian pasar tidak hanya tersulut Yunani, namun pasar juga mulai meragukan kondisi negara-negara lain di Eropa seperti Portugal dan Spanyol. "Tingkat CDS Spanyol sekarang sudah lebih buruk dari Indonesia, padahal selama ini Spanyol termasuk yang dinilai baik ekonominya oleh pasar," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News