Reporter: Ferrika Sari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mendorong penggunaan data penghubung (data hub) untuk transaksi digital, baik berasal dari bank maupun fintech. Harapannya, melalui sistem pembukaan data digital ini bisa mengantisipasi monopoli data oleh satu perusahaan.
Direktur Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono menjelaskan, bahwa sejumlah karya ilmilah membuktikan bahwa telah terjadi penguasaan atas penggunaan data oleh perusahaan tertentu dan ini merupakan sesuatu yang berbahaya.
“Hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara lain. Kami mulai berpikir tentang pembangunan infrastruktur data itu harus ada, agar bisa digunakan oleh banyak orang ketimbang dikuasai oleh sebuah perusahaan,” terang Erwin di Jakarta, Senin (23/9).
Baca Juga: Dikabarkan akan dimerger dengan DANA, ini kata OVO
Namun rencana data hub ini masih tahap wacana. Karena perlu pembicaraan lanjut bukan hanya dari BI tetapi juga pemerintah nasional. Terlebih, dasar aturan mengenai sistem data hub saat ini masih belum sempurna. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah menyusun dasar hukum sehingga bisa tercipta pedoman jelas yang bisa memproteksi data tersebut.
Untuk data apa saja yang akan dibuka, Erwin belum bisa memastikan. Yang jelas, semakin banyak industri keuangan yang ikut serta maka akan saling belajar atau sharing pengetahuan, khususnya untuk menumbuhkan inklusi keuangan berbasis digital.
Misalnya, bank kesulitan untuk memberikan kredit kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Mereka tidak mengetahui nasabah siapa yang disasar, sehingga potensi premi risiko yang ditanggung jauh lebih tinggi.
Baca Juga: Ini Dampak Tiga Skenario Kebijakan Pembatasan CPO
Ketika bank kesulitan, platform fintech justru punya kemampunyai mempuni dari sisi teknologi dan pengetahui untuk mengenal debitur dari UMKM. Diketahui, mereka punya penilaian kredit (credit scoring) untuk menyeleksi calon debitur.
“Dengan cara ini, bank bisa menggunakan credit scoring untuk mengenal UMKM dan premi risiko jauh lebih rendah. Sehingga bunga yang ditanggung nasabah juga rendah,” tambahnya.
Apalagi, jika didukung oleh ID pengguna untuk membuka Application Program Interface (API). Malalui API, pelaku fintech atau e-commerce bisa mengintergrasikan situs maupun aplikasi mereka dengan transaksi perbankan.
Baca Juga: Hulu migas Indonesia mulai kembali dilirik investor, saatnya eksplorasi dimassifkan
Dengan kerja sama ini, potensi pendanaan ke UMKM juga semakin besar. Seperti diketahui, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 60 juta orang dan mereka membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya. Sektor ini menjadi penompang perekonomian di tanah air.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News