kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.209   -29,00   -0,18%
  • IDX 7.108   11,47   0,16%
  • KOMPAS100 1.063   0,60   0,06%
  • LQ45 836   0,73   0,09%
  • ISSI 215   0,25   0,12%
  • IDX30 427   0,78   0,18%
  • IDXHIDIV20 516   2,16   0,42%
  • IDX80 121   -0,02   -0,01%
  • IDXV30 125   -0,09   -0,07%
  • IDXQ30 143   0,32   0,23%

BI Kaji Konsep Inden di Bank Syariah


Sabtu, 22 Juni 2013 / 07:13 WIB
BI Kaji Konsep Inden di Bank Syariah
ILUSTRASI. Para penderita refluks asam lambung tidak bisa asal dalam mengkonsumsi makanan dan minuman.


Reporter: Roy Franedya | Editor: Roy Franedya

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sedang mengkaji regulasi  demi penyempurnaan produk di industri perbankan syariah. Yang yerbaru, regulator perbankan ini sedang mengkaji konsep inden atau pemesanan terlebih dahulu dalam akad musyarakah mutanaqisah (MMQ) dalam pembiayaan rumah.

Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah BI, Edy Setiadi, menjelaskan, BI sedang mengkaji perbedaan ready stock dan inden. BI menggangap konsep ini perlu diperjelas guna melindungi nasabah dan meningkatkan kehati-hatian.

Dalam konsep inden, BI melihat ada potensi penyelewengan dana nasabah, karena di perjanjian tidak jelas kapan rumah akan selesai, tapi nasabah sudah menyelesaika tetapi tagihannya sudah diselesaikan nasabah. Selain itu, BI juga menangkap potensi spekulasi, yakni bank menggunakan masa tunggu konsumen yang lebih panjang untuk mendapatkan margin tinggi.

Contohnya, bank mengenakan margin 3% untuk pembiayaan rumah selama 10 tahun. Bila dengan konsep inden, keuntungan bank berasal dari margin selama masa inden dan cicilan pinjaman 10 tahun. "Kami juga takut, proses pembangunan rumah sengaja diperlama agar harga properti naik. Sehingga nasabah juga harus membayar selisih kurang harga properti dengan pembiayaan yang diberikan bank," tambah Edy.

MMQ disebut juga perjanjian pengambilalihan porsi kepemilikan rumah dengan konsep kepemilikan bersama oleh bank dan nasabah atas tanah dan bangunan. Nasabah membayar secara bertahap atas aset yang dimiliki bank, sehingga porsi bank menjadi berkurang. Selama perpindahan tangan tersebut, bank berhak mengambil "sewa" atas aset yang dipakai oleh nasabah dengan margin yang ditentukan bank.

Edy menambahkan, saat ini BI juga sedang melakukan kodifikasi terhadap produk-produk syariah. Nantinya, bank yang ingin memasarkan produk tertentu tidak perlu lagi meminta izin BI dan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), jika produk tercantum dalam panduan tersebut.
Kodifikasi ini akan berisi tentang produk-produk umum dan sah ditawarkan perbankan syariah. "Kami berharap dengan cara ini perbankan syariah bisa tumbuh dengan cepat dan produk yang mereka tawarkan semakin beragam," terang Edy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×