Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Roy Franedya
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berusaha mengendalikan penyaluran kredit perbankan agar tidak mempengaruhi kondisi perekonomian. Caranya, BI akan meminta bank mengurangi penyaluran kredit pada sektor yang mengandung impor tinggi.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan ada 10 bank besar aktif menyalurkan kredit pada sektor yang mengandung impor tinggi, seperti sektor telekomunikasi, transportasi, manufaktur serta minyak dan gas. BI sudah memanggil bank tersebut dan meminta mereka melakukan revisi kebawah rencana bisnis bank (RBB).
Pertumbuhan kredit bank-bank tersebut telah mencapai 25% -30%. BI meminta mereka menurunkan kredit sesuai pertumbuhan kredit ideal, yakni antara 18%-20%. "Kami tidak bisa masuk terlalu dalam pada kegiatan ekspor dan impor, maka kami mengendalikan bank-bank yang memberikan kredit berkandungan impor," kata Perry, akhir pekan lalu.
Informasi saja, BI meminta bank mengurangi penyaluran kredit berbahan impor tinggi guna mengurangi defisit neraca transaksi berjalan. Neraca ini defisit akibat tingginya impor. Sementara ekspor melemah karena masih rendahnya harga komoditas, dampak tidak menentunya perbaikan ekonomi global.
Dian Ayu Yustina, Ekonom Bank Danamon, mendukung kebijakan ini. Berdasarkan riset Danamon, sektor yang mengandung impor tinggi, seperti otomotif dan produk kimia memiliki risiko tinggi, karena industri tersebut tidak mampu memberikan nilai lebih. Industri ini juga berorentasi domestik. "BI akan membatasi pertumbuhan kredit, sehingga pertumbuhan impor terbatas," ujarnya.
Waspadai konsumsi
Direktur Business Banking Bank BNI, Krishna R. Suprato, mengaku pemberian kredit BNI yang berkandungan impor mengarah pada kredit kegiatan produktif. "Perlu diwaspadai adalah pemberian kredit berkandungan impor untuk kebutuhan konsumtif," kata Krishna. Misalnya saja, kredit alat elektronik, kredit bahan tekstil dan kredit barang jasa sepertu sepatu, tas dan pakaian jadi.
Krishna menambahkan, pihaknya telah membatasi pemberian kredit berkandungan impor untuk kegiatan konsumtif. BNI akan tetap membiayai kredit berkandungan impor sektor industri pengolahan, seperti migas dan pertambangan. "Kami tidak bisa hindari kebutuhan bahan baku impor," terangnya.
Direktur Whosale Banking Bank Permata, Roy Arfandy, mengatakan BI telah mewacanakan pembatasan kredit berkandungan impor tinggi guna membatasi impor. Namun, perbankan belum mengetahui lebih mendetail, apakah pembatasan itu untuk kredit berkandungan impor sektor konsumtif dan produktif. "Saat ini kami sedang mempelajari lebih lajut rencana aturan itu," katanya.
Bank patungan Astra International dan Standard Chartered ini mencatat, ada beberapa sektor yang mengandung bahan impor. Sebut saja pengadaan bahan baku makanan, seperti tepung terigu dan gula serta manufaktur, seperti bahan baku tekstil dan besi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News