kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI rajin suntik likuiditas bank, apakah sudah cukup? Begini kata bankir


Rabu, 15 April 2020 / 18:06 WIB
BI rajin suntik likuiditas bank, apakah sudah cukup? Begini kata bankir
ILUSTRASI. Pelayanan nasabah di kantor cabang Bank Mandiri, Jakarta Timur, Senin (6/4).


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hampir seluruh sektor industri sudah merasakan dampak pelemahan ekonomi akibat penyebaran virus corona (Covid-19). Salah satunya industri perbankan, setelah sempat diterpa ketidakpastian akibat perang dagang, sekarang seluruh segmen kredit yang menjadi andalan kinerja perbankan ikut melesu.

Apalagi, kebijakan baru dari pemerintah dan regulator juga mewajibkan bank untuk memberikan relaksasi kredit bagi debitur yang terdampak Covid-19. Selain risiko kredit yang meningkat, likuiditas perbankan bisa ikut mengetat.

Baca Juga: Bankir Mewaspadai Risiko Kredit Bank yang Semakin Meningkat

Kabar baiknya, respon kebijakan Bank Sentral sejak awal tahun memang telah mengarah pada penguatan likuiditas di perbankan. Yang terbaru misalnya, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) 13-14 April 2020 bank sentral memutuskan untuk kembali menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah masing-masing sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional (BUK) dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS). Pelonggaran ini akan mulai berlaku pada 1 Mei 2020.

BI juga memutuskan untuk tidak mewajibkan tambahan giro untuk pemenuhan rasio intermediasi (RIM) baik untuk BUK, BUS maupun UUS per 1 Mei 2020 yang berlaku selama satu tahun. Lewat dua pelonggaran kebijakan ini, menurut hitung-hitungan BI bisa menambah likuiditas perbankan sekitar Rp 117,8 triliun.

Sejatinya, sejak penghujung 2019 dan awal 2020 BI telah melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan yang nilainya hampir mencapai Rp 300 triliun. Industri perbankan pun mengapresiasi intervensi BI dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

Direktur Tresuri dan Internasional PT Bank Mandiri Darmawan Junaidi menuturkan, pelonggaran likuiditas oleh BI tentu menjadi angin segar bagi industri. Misalnya saja, lewat pelonggaran yang terbaru oleh BI setidaknya Bank Mandiri bisa memperoleh tambahan likuiditas sekitar Rp 14 triliun. Apalagi posisi RIM Bank Mandiri juga hampir mendekati batas atas yakni ada di kisaran 92% pada kuartal pertama 2020.

Meski sudah mendapat tambahan likuiditas, Bank Mandiri menyebut pihaknya tetap akan mencari tambahan likuiditas bila ada keringan baru oleh pemerintah. 

"Dampak wabah Covid-19 ini sangat sulit diprediksi kapan akan berakhir. Jadi, bank tetap harus jaga likuiditas dan kecukupan modal di level yang sehat," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (15/4).

Malah, untuk berjaga-jaga Bank Mandiri telah menerbitkan obligasi rupiah senilai Rp 1 triliun di awal April 2020. Bukan karena likuiditas sedang ketat, menurut Darmawan dalam menghadapi kondisi seperti sekarang, perbankan pastinya akan memilih untuk mencari pendanaan sebanyak-banyaknya ketimbang kekurangan likuditas.

Bukan cuma Bank Mandiri saja, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga mengungkap bisa mendapat tambahan likuiditas Rp 17 triliun dari pelonggaran BI yang terbaru. Stimulus tersebut menurut Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo bakal membantu BRI, meskipun sejatinya loan to deposit ratio (LDR) BRI saat ini terhitung longgar di level 89,5% pada Februari 2020.

Baca Juga: Pelonggaran dari Bank Indonesia Bisa Menambah Likuiditas Perbankan Rp 117,8 Triliun

Di sisi lain, Haru bilang di tengah pandemi Covid-19 yang makin meluas, bank terbesar di tanah air ini juga akan makin selektif melakukan ekspansi kredit. Sembari tetap fokus melakukan restrukturisasi kredit sesuai ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Maklum, Pandemi Covid-19 berpotensi mengerek risiko kredit perseroan. Sementara sejak pertengahan hingga akhir Maret 2020, perseroan tercatat sudah merestrukturisasi kredit senilai Rp 14,9 triliun yang berasal dari 134.000 debitur yang didominasi segmen kredit UMKM.

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dalam keterangannya menilai likuiditas perseroan masih sangat longgar. Lihat saja, per Februari 2020 posisi LDR BCA masih sekitar 78% dengan pertumbuhan DPK sebanyak 12,4% year on year (yoy) menjadi Rp 704,9 triliun. Sementara itu, posisi RIM BCA tercatat sebesar 81,6% per Desember 2019, masih di bawah batas BI yang ditetapkan sebesar 84%.

Namun, Direktur BCA Santoso Liem menyebut pihaknya tetap mendukung berbagai kebijakan yang ditetapkan pemerintah dan regulator, diantaranya kebijakan BI seperti menurunkan giro wajib minimum, meningkatkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial, dan melonggarkan aturan kartu kredit di tengah situasi pandemi Covid-19 ini. 

"Selain memastikan operasional perbankan berjalan lancar bagi nasabah, BCA juga senantiasa memonitor kondisi kualitas kredit, posisi likuiditas serta pengelolaan risiko operasional," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×