Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Hari ini, (12//1) Bank Indonesia telah menaikkan tingkat suku bunga acuan perbankan atau BI rate sebesar 25 basis points (bps) dari 7,25% menjadi 7,50%. Ekonom menilai, kebijakan itu merupakan bentuk pengetatan moneter sampai tahun 2014 mendatang.
"Kenaikan BI rate yang tidak terduga ini dipercaya sebagai langkah pre-emptive (pencegahan) untuk merespons reaksi pasar terhadap data current account deficit yang diperkirakan akan berada di atas kisaran bank sentral," kata ekonom Bahana Securities, Agra Samudro di Jakarta, Selasa (12/11).
Arga menambahkan, langkah BI menaikkan BI rate diharapkan bisa membantu memperbaiki neraca berjalan melalui pelemahan impor, akibat melambatnya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
Karena itu, kata Arga, Bahana Securities memproyeksikan, dampak kebijakan moneter itu akan membuat pertumbuhan PDB 2014 turun mencapai 5,5%. Menurutnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi seiring dengan perlambatan investasi yang bisa menekan impor di 2014.
Menurut Arga, jika impor turun akan ada harapan membaiknya kinerja ekspor. Dengan begitu, defisit neraca transaksi berjalan 2014 bisa turun menjadi 2,5% dari PDB. Selain itu, diharapkan bisa mendukung penguatan rupiah ke posisi Rp 10.600 per dollar Amerika Serikat (AS) akhir tahun depan.
Sementara itu, ekonom PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), Destri Damayanti menilai, kenaikan BI rate tersebut merupakan respons BI untuk menekan pertumbuhan kredit. Sebab, kata Destri, pertumbuhan kredit saat ini dinilai masih tinggi.
Dengan kenaikan BI rate, BI bisa berkonsentrasi mengurangi defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit. "Kenaikan BI rate ini mencerminkan BI masih berkonsentrasi untuk menyeimbangkan sektor eksternal," ujar Destri.
Selain itu, kenaikan lending facility rate sebesar 25 bps juga mencerminkan bahwa BI ingin industri perbankan nasional tidak agresif menyalurkan kreditnya. Sebab, pada dasarnya, lending facility rate diberikan BI untuk perbankan yang mengalami kekurangan likuiditas.
Namun begitu, menurut Destri, seharusnya tidak hanya BI saja yang mengeluarkan kebijakan pengetatan moneter, tetapi juga diimbangi kebijakan pemerintah di sektor riil, seperti pengurangan impor minyak dan gas.
Kenaikan BI rate ini menurut Destri juga mencerminkan BI akan mengurangi intervensi dalam nilai tukar atau currency alias kurs.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News