kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI rilis produk hedging, bank bangun infrastruktur


Senin, 11 Juli 2016 / 18:53 WIB
BI rilis produk hedging, bank bangun infrastruktur


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kalangan bankir menyambut baik rencana Bank Indonesia (BI) yang akan menerbitkan produk hedging baru bernama "call spread". 

Nantinya, produk yang merupakan campuran dari derivatif atau sering disebut option ini akan mempunyai premi yang lebih rendah yaitu hanya mencapai 2% sampai 3%.

PT Bank Mandiri Tbk misalnya. Menurut Pahala Mansyuri, Direktur Keuangan Bank Mandiri, bank berkode BMRI ini akan menyiapkan infrastruktur dan perizinan yang dibutuhkan untuk produk option dari Bank Indonesia ini. 

“Diharapkan ini dapat mengefesiankan transaksi hedging bagi nasabah,” ujar Pahala kepada KONTAN, Senin, (11/7).

Pahala mengatakan, dengan adanya produk baru ini juga diharapkan transaksi hedging kedepannya akan mengalami kenaikan. 

Sebagai gambaran, bank berlogo pita emas ini mencatat sampai Maret 2016 jumlah transaksi hedging Bank Mandiri ada sebesar US$ 1,4 miliar. 

Sebagian besar transaksi hedging tersebut dalam bentuk forward ataupun swap. Sampai akhir tahun, Mandiri menargetkan transaksi hedging bisa mengalami kenaikan hingga sekitar 40%.

PT Bank Negara Indonesia Tbk tidak mau kalah. Direktur Treasury Bank BNI Panji Irawan mengatakan, bank berkode BBNI ini masih dalam proses persiapan untuk meluncurkan produk ini kepada nasabah yang memerlukan hedging. 

Panji mengatakan, sebelum mengeluarkan produk baru ini, bank berkode BBNI ini masih akan menunggu persetujuan dari otoritas. “Kami akan lihat versi final peraturan BI dan kami akan utamakan kepada nasabah yang mempunyai eksposure valas,” ujar Panji kepada KONTAN, Senin, (11/7).

Untuk PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, menurut Panji, sampai kuartal 1 2016, mencatatkan kenaikan transaksi hedging sebesar 262% menjadi US$ 320 juta. 

Volume transaksi hedging pada Maret 2016 naik cukup signifikan jika dibandingkan dengan Maret 2015 yang hanya US$ 122 juta. Sampai akhir tahun diproyeksikan transaksi hedging bisa mengalami kenaikan 20%. “Kebanyakan produk hedgingnya adalah plain vanilla derivatif,” ujar Panji.

Panji mengatakan, sampai April 2016, tercatat, sebanyak 46% dari total hedging yang diajukan ke BNI adalah berasal dari korproasi besar, terutama perusahaan BUMN.

Hal ini salah satunya didorong oleh peraturan Kementerian BUMN PER-09/MBU/2013 yang mewajibkan hedging bagi perusahaan BUMN yang berpotensi terkena paparan valas.

Beberapa perusahaan BUMN yang banyak menerapkan lindung nilai diantaranya adalah PT Pertamina, PT PLN, Garuda Indonesia, Petrokimia Gresik, dan Semen Gresik. Beberapa bank lain tidak mau kalah untuk memacu transaksi hedging.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×