Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi pandemi virus corona (Covid-19) membuat perbankan harus mengencangkan ikat pinggang. Sebab, bila tidak teliti kondisi likuiditas bahkan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) malah bisa memburuk.
Sejatinya, bila kondisi tengah mengalami kontraksi perbankan pastinya sudah mengantisipasi dan menganalisa situasi. Ambil contoh, PT Bank Mandiri Tbk yang mengaku telah melakukan uji stress test atau perkiraan kondisi terburuk bagi perusahaan.
Baca Juga: Begini upaya bank menangkis upaya pembobolan rekening nasabah lewat kode OTP
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menjelaskan saat ini berdasarkan catatan perseroan sampai dengan awal Mei 2020 total debitur wholesale dan ritel (konsumer) perseroan tercatat sebanyak 5,1 juta dengan total baki debet sekitar Rp 755 triliun.
Nah, dalam analisanya dari total 5,1 juta debitur tersebut terdapat 1 juta debitur yang bisnisnya terdampak pelemahan akibat Covid-19 dan memerlukan restrukturisasi. Total baki debetnya ada di kisaran Rp 148 triliun.
Sejauh ini sejak akhir Maret 2020 sampai Mei 2020 sudah ada sebanyak 180.00 debitur yang telah direstrukturisasi oleh Bank Mandiri sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Jadi, ada sekitar 800 ribu lagi yang harus kita bantu restrukturisasi, tentu kalau mereka memenuhi kriteria," ungkapnya dalam video conference, Senin (11/5) lalu.
Berlandaskan pada data tersebut, Bank Mandiri pun telah melakukan stress test apabila seluruh debitur yang layak (eligible) diberikan restrukturisasi kredit. Ada dua skenario, antara lain berkaitan pada durasi penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Baca Juga: Corona pengaruhi Kinerja, Mandiri Tunas Finance lakukan beberapa strategi
Skenario pertama, bila PSBB berlangsung selama 1 bulan dengan durasi restrukturisasi selama 12 bulan kondisi NPL Bank Mandiri akan terkontraksi namun masih pada batas yang terbilang aman. Catatan saja, per Maret 2020 posisi NPL Bank Mandiri ada di kisaran 2,4%.
Bila skenario pertama terjadi, maka pada akhir tahun total NPL Bank Mandiri terburuk bisa bergerak ke level 3,8%-3,9%. "Itu tetap dengan asumsi kami bisa pakai POJK 11 dengan semua debitur yang direstrukturisasi tetap masuk kolektibilitas 1," katanya.
Tentu, berdasarkan sektornya bila skenario terburuk pertama ini berlangsung sektor sensitif seperti industri pariwisata, makanan, perhotelan dan turunannya bakal paling terpukul.
Baca Juga: Buka rekening tabungan BRI bisa online via BRImo, begini caranya
Nah, untuk skenario antara lain PSBB ditetapkan selama tiga bulan maka kondisinya bisa lebih memburuk. Sebab, pada situasi ini seluruh sektor bisnis kemungkinan besar akan terhambat. Bila hal ini terjadi, kondisi terburuknya NPL Bank Mandiri akan terangkat naik ke level 4,5%-4,6%.
Walau kredit yang direstrukturisasi bisa dikategorikan lancar, akan ada dampaknya di kemudian hari. Sebab, restrukturisasi pada dasarnya hanya berupa keringanan alias penundaan pembayaran saja, bila masa restrukturisasinya telah berakhir dan debitur tidak mampu membayar sudah jelas kredit tersebut masuk kategori kurang lancar atau bahkan macet.
Tetapi, kedua skenario hanya bakal terjadi dalam kondisi terburuk. Sebab, sampai saat ini Siddik menuturkan pihaknya terus melakukan analisa kepada seluruh debitur. Hasilnya, ada sekitar 30%-40% debitur yang direstrukturisasi kesulitan untuk membayar cicilan ketika masa restrukturisasi telah habis. "Jadi kemungkinan kami harus mulai sisihkan provisi dari sekarang untuk jaga NPL ke depan," ungkapnya.
Secara terperinci, dalam stress test tersebut lonjakan NPL bakal terjadi di seluruh segmen. Misalnya saja, segmen UKM yang saat ini di level 1,5% bisa menjadi 3,7% atau naik lebih dari dua kali lipat. Kemudian, segmen mikro yang sekarang NPL-nya di bawah 1% bisa naik tiga kali lipat menjadi 2,6%. Terakhir, segmen konsumer akan melonjak dua kali lipat juga dari 2,5% menjadi 6%.
Baca Juga: Ada subsidi bunga kredit, APPI berharap bisa perbaiki cash flow multifinance
Namun, Siddik menegaskan kondisi tersebut hanya berdasarkan skenario paling ekstrim. Tentunya saat ini Bank Mandiri sudah punya strategi untuk menghadapi potensi kenaikan risiko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News