Reporter: Ahmad Ghifari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis pialang asuransi akan tumbuh tahun ini. Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) menargetkan, tahun ini bisnis pialang asuransi tumbuh sekitar 17%. Sayangnya, Apparindo belum bisa menyebutkan angka pasti total komisi yang diperoleh pialang asuransi pada tahun lalu.
Ketua Umum Apparindo Mohammad Jusuf Adi mengatakan, Asuransi yang paling banyak diperantarakan yakni properti dan kendaraan bermotor.
Baca Juga: Peringati hari asuransi, Dewan Asuransi Indonesia galakkan sejuta polis untuk negeri
"Semoga anggota Apparindo bisa melakukan spesialisasi. Pialang pun harus ada level of right untuk menciptakan peluang baru untuk bisa menjadi produk lokal/nasional,"kata Adi di Jakarta, Kamis (30/1).
Adi berharap dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD), kemitraan atau bekerja sama, perusahaan di pialang asuransi meningkatkan kemampuannya untuk melihat celah lain sebagai bisnis as usual. Harusnya, kemampuan pengukuran menimbulkan potensi baru yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Adapun tantangan yang dihadapi oleh pialang asuransi tahun ini ialah menghadapi digitalisasi, jadi asuransi bisa melalui saluran online. Menurut Adi, ada sisi-sisi tertentu yang belum terpikirkan dari regulasi.
Kalau itu dibuka dari sisi legal/ilegal siapa yang bisa mempertanggungjawabkan itu masih belum jelas. Tak hanya itu, Ketika terjadi sesuatu apakah nasabah bisa mendapatkan hak sesuai yang dibeli, dan kalau tidak bisa masih tidak jelas mengadu ke mana.
Baca Juga: Sedana Group luncurkan perusahaan pialang reasuransi Sedana Re
"Perlu penataan mana yang tidak boleh dirugikan. Apparindo ingin menjadi mitra narasumber regulator,"kata Adi.
"Kebanyakan anggota kami distribusi ke klien masih standar dan umum, menurut saya kami itu belum sampai tahapan memasarkan tahapan produk yang komprehensif dalam pengertian ada unsur bank, karena itu biasanya langsung ke bank. Kasus kemarin enggak ada keterlibatan broker,"tambahnya.
Ini kesempatan Asosiasi melalui FGD, dengan itu bisa memberikan masukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Misalnya ke depan ini dapat timbul produk baru. Artinya di sini harus siap regulasi, contohnya perangkat infrastruktur.
"Tapi regulasi dalam rangka untuk kesehatan dan pertumbuhan industri di Indonesia jangan sifatnya reaktif, tapi harus lebih proaktif. Memang perubahannya cepat sekali. Kami juga paham regulator untuk menerbitkan sesuatu ada tahapan-tahapannya, ketika regulasi keluar ada perubahan lingkungan," jelas Adi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News