Reporter: Dessy Rosalina |
JAKARTA. Bank BNI terus mematangkan rencana mengakuisisi Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Bank berlogo angka 46 ini sedang menggodok dua opsi dalam aksi korporasi tersebut.
Pertama, divestasi langsung. Dalam skema ini, BNI akan membeli langsung seluruh aset BPUI. Hal ini bisa direalisasikan jika pemegang saham melepaskan semua kepemilikan saham mereka.
Namun, proses opsi ini panjang. Maklum, divestasi perusahaan milik negara harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kedua, penyertaan saham. Dalam opsi ini penyertaan modal bukan dalam bentuk uang tunai. Opsi ini akan lebih singkat, karena tidak perlu mendapat persetujuan DPR. "Dua opsi ini sedang dibahas. BNI ingin, pasca akuisisi, kepemilikan saham pemerintah tetap 60%," ujar Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Jasa, Gatot Trihargo pada KONTAN, Rabu (15/5).
BNI menginginkan kepemilikan pemerintah tetap 60% lantaran agar tetap menikmati diskon pajak. Berdasarkan aturan pasar modal, emiten yang minimal 40% sahamnya milik publik mendapat keringanan pajak 5%.
Diskon pajak tersebut akan menjadi kompensasi biaya yang dikeluarkan untuk membayar utang rekening dana investasi (RDI) plus bunga dan denda pada pemerintah sebesar Rp 1,2 triliun. Utang ini akan jatuh tempo tahun 2050.
Direktur Utama BNI, Gatot M. Suwondo, mengatakan pihaknya masih terus mematangkan rencana akuisisi. Proses ini tidak bisa berjalan cepat lantaran harus berhadapan dengan aturan pemerintah. “Karena ini terkait birokrasi, prosesnya tidak bisa kita prediksi,” ujarnya. BNI berharap, proses ini rampung akhir tahun nanti.
Informasi saja, BNI sudah sudah menyatakan ketertarikannya mengakuisisi Bahana sejak tahun 2009. Namun, tak mendapat tanggapan serius, karena BPUI sedang dalam pengalihan kepemilikan saham dari Bank Indonesia (BI) pada Kementerian BUMN.
Lalu BNI mulai serius di tahun 2011. Bank ini mengklaim, siap membeli BPUI dan membayar semua utangnya, asal transaksi pembelian menggunakan obligasi rekapitalisasi. BNI memiliki amunisi obligasi itu Rp 17 triliun.
Nah, pada 19 April lalu, Kementerian BUMN melayangkan surat, yang isinya meminta komitmen Bank BNI dengan menyerahkan detail proposal akuisisi. Kementerian beralasan, pembahasan harus segera dilakukan, karena akuisisi ini akan memakan waktu panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News