Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
Sementara itu, Direktur Keuangan Bosowa Corporindo Evyana Mukti menambahkan, saat RUPSLB berlangsung terdapat beberapa inkonsistensi penyajian data. Semisal, dalam paparannya manajemen Bank Bukopin menyertakan posisi rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) per akhir 2019.
Sementara, untuk rasio likuiditas menggunakan data per Juni 2020. "Satu sisi pakai data 2020, satu sisi data 2019. Ini ada inkonsistensi penyajian data," kata Evyana.
Baca Juga: Bosowa menggugat, private placement Bank Bukopin bisa terhambat
Dia pun menegaskan, bahwa pada saat ini permasalahan di Bank Bukopin ada dari sisi likuiditas bukan permodalan. Sebab, masalah permodalan telah terpenuhi ketika Bank Bukopin melakukan aksi korporasi dengan skema Penawaran Umum Terbatas (PUT) V atau rights issue yang berakhir pada 30 Juli 2020.
Namun, Dia memang menegaskan bahwa tanggal 21 Agustus 2020 pihak OJK memang melayangkan surat ke Bosowa. Hanya saja, isinya berupa pengingat agar menyetujui penandatangan surat kuasa kepada tim Technical Assistance (TA) pada RUPSLB yang digelar 25 Agustus 2020.
Menurut Rudyantho, langkah OJK tersebut sangat menyalahkan aturan lantaran Bosowa selaku pemegang saham tentu berhak memberikan suara dalam RUPSLB. Rudyantho juga mengingatkan bahwa secara bisnis Bank Bukopin tunduk kepada tiga aturan yaitu Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang OJK dan Undang-Undang Pasar Modal selaku perusahaan terbuka.
Baca Juga: Menurut OJK, ini pelanggaran terberat yang dilakukan Kresna Life
"Kalau dilihat dari kacamata hukum, memang OJK punya kewenangan. Tapi, mana yang lebih tinggi? Undang-Undang Pasar Modal atau Keputusan OJK," katanya.