Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Setelah beroperasi sekitar setahun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai mengevaluasi kinerjanya. Kini, BPJS Kesehatan mengusulkan menaikkan besaran iuran, baik bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) maupun non PBI, lantaran mengalami defisit tahun lalu.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengaku mengusulkan kenaikan iuran PBI melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari saat ini Rp 19.225 menjadi Rp 27.500. Ia pun berharap, usulan tersebut dapat direalisasikan mulai tahun 2016. "Kalau APBN tahun ini kan sudah ketok palu. Bisa dimulainya tahun depan," katanya.
BPJS Kesehatan berharap iuran non PBI dapat didongkrak tahun ini. Meskipun tidak memiliki kapasitas resmi, BPJS Kesehatan memberi masukan kepada DJSN untuk menaikkan batas atas iuran bagi pekerja penerima upah. Setelah keinginan adanya batas atas, BPJS Kesehatan juga berharap penetapan batas bawah yang selama ini belum ada.
Pada dasarnya, mereka ingin agar batas bawah sesuai dengan upah minimum regional (UMR). Berdasarkan data unaudited, BPJS Kesehatan mencatat defisit. Total iuran hingga akhir tahun 2014 sekitar Rp 41,06 triliun. Sedangkan biaya manfaat alias klaim yang harus dibayar Rp 42,6 triliun. Alhasil, rasio biaya manfaat atau klaim perusahaan selama 2014 mencapai 103,88%.
"Jadi ada mismatch," ujarnya. Fachmi mengatakan, mayoritas masyarakat baru mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan ketika sakit. "Orang di rumahsakit baru daftar ikut. Satu opname sekitar Rp 1 juta, dikalikan saja itu sudah berapa. Sedangkan iuran Rp 25.000," jelasnya.
Karena itulah, BPJS Kesehatan juga berencana mengubah aturan masa aktivasi yang saat ini tujuh hari sejak pendaftaran menjadi satu bulan hingga tiga bulan. BPJS Kesehatan menargetkan iuran atau premi hingga Rp 55 triliun tahun ini dengan rasio klaim 98,25%. Artinya, klaim mencapai Rp 54,04 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News