Reporter: Ferrika Sari | Editor: Handoyo .
Maka itu persoalan tindak pindana harus diperjelas oleh penyidik. Ia khawatir kejaksaan hanya melihat dari sisi unrealize loss atau kerugian yang belum terealisasi. Padahal itu sebagai dampak penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG).
"Kita menghormati apa yang dilakukan penyidik kejaksaan. Tapi harus menanyakan ke orang - orang pasar modal juga, apakah unrealized loss sebagai pindana. Selama ini kejaksaan tidak pernah cerita ke publik, yang ingin disasar dalam kasus ini seperti apa," terangnya.
Selain itu, ia juga menanggapi pernyataan kejaksaan bahwa baik Jiwasraya dan BPJS dikelola oleh manajer investasi (MI) yang sama. Menurutnya, MI mengelola investasi perusahaan manapun sebagai sesuatu yang sah karena tugas mereka adalah mengelola dana.
Sebalik, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menduga ada kemiripan kasus Jiwasraya dengan BPJS Ketenagakerjaan. Kemiripan dari sisi penempatan investasi berisiko tinggi dan kurangnya kehati - hatian dalam pengelolaan dana. "Dugaan saya, sama - sama main saham berisiko tinggi baik trading langsung maupun melalui manajer investasi," ungkapnya.
Atas hal itu, ia menyarankan agar menempatkan investasi yang aman dan disesuaikan dengan profil risiko. Melalui analisa risiko baik, melalui investasi ke saham - saham unggulan, rating obligasi minimal A, mitra MI masuk jajaran 10 besar, sekuritas tanpa pengalam gagal bayar serta investasi ke bank buku III dan IV. "Untuk transaksinya sendiri jangan lewat skema derivatif atau repo tetapi transaksi di pasar reguler," pungkasnya.
Selanjutnya: UU Cipta Kerja jamin uang pesangon korban PHK, ingat, ini sumber dananya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News