kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPR Inginkan Pengawasan Tetap di BI


Rabu, 30 Juni 2010 / 09:32 WIB
BPR Inginkan Pengawasan Tetap di BI


Reporter: Roy Franedya | Editor: Test Test

JAKARTA. Persatuan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) mengharapkan pengawasan terhadap Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tetap di tangan Bank Indonesia (BI), bukan dibawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sesuai dengan amanat Undang-Undang Bank Indonesia Pasal 34, OJK sudah harus terbentuk paling lambat 31 Desember 2010.

Ketua Umum Perbarindo Said Hartono mengatakan, ada dua alasan mengapa pengawasan BPR sebaiknya ada di BI. Pertama, pengawasan OJK yang sangat luas yang mencakup 13 lembaga keuangan, mulai perbankan, pasar modal, koperasi, hingga asuransi, diyakini akan membuat pengawasan tidak maksimal. "Kami tidak yakin kalau kualitas pengawasan akan semakin baik," ujarnya.

Said bilang, selama ini pengawasan BI terhadap BPR sudah sangat bagus, apalagi selama ini BI juga sering memberikan bimbingan ke BPR. Meski begitu, Said tidak menampik masih ada kekurangan, seperti yang terjadi pada kasus Bank Century.

Kedua, adanya fee yang dipungut untuk operasional OJK. Saat ini, setiap tahun BPR harus membayar fee penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Dengan adanya OJK akan membuat beban BPR semakin tinggi karena harus membayar fee dua kali, sementara dibawah pengawasan BI hanya bayar fee LPS saja," ujarnya.

Adanya fee OJK ini pasti akan memberatkan BPR dalam menjalankan bisnis. Maklum, selain harus melakukan efisiensi, BPR juga harus menghadapi persaingan dengan bank-bank besar dan asing yang sudah mulai masuk ke bisnis micro financing, apalagi dengan tawaran suku bunga yang lebih rendah.

Tak hanya itu, keberadaan bank Apex yang telah dibentuk, dinilai belum efektif mencapai tujuan penguatan likuiditas BPR, dan linkage program (penyaluran kredit turunan) makin lama makin kecil dan bunganya semakin tinggi.

"Sumber pendanaan kami biasanya dari linkage program. Sebelumnya bisa mencapai Rp 5 triliun, saat ini terus berkurang menjadi sekitar Rp 2 triliun sampai Rp 3 triliun. Ini membuat BPR semakin tertekan," tukasnya.

Informasi saja, saat ini terdapat 2.553 BPR yang beroperasi di Indonesia. Berdasarkan data BI per akhir Mei 2010, total penyaluran kredit BPR telah mencapai Rp 30,82 triliun. Angka ini tumbuh 18,9% dari pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 25,92 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×