Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Bank pelat merah terus memburu dana segar. Maklum saja, bank berstatus badan usaha milik negara (BUMN) percaya diri bisa menggenjot pertumbuhan kredit dobel digit di tengah lesunya permintaan kredit.
Coba tengok PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Untuk memenuhi kebutuhan dana jangka panjang, BRI akan merilis obligasi melalui penerbitan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berkelanjutan II.
BRI menerbitkan obligasi berkelanjutan II senilai Rp 7 triliun dari total plafon Rp 20 triliun. "Obligasi ini untuk mendanai kredit jangka panjang, karena deposito hanya bertahan paling lama satu tahun," kata Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo, Rabu (26/10).
Nantinya, BRI akan menerbitkan sisa obligasi berkelanjutan pada tahun 2017 senilai Rp 7 triliun, kemudian pada tahun 2018 senilai Rp 6 triliun. Haru bilang, penerbitan obligasi berkelanjutan II akan menurunkan rasio pinjaman terhadap pendanaan atau loan to funding (LFR) menjadi 87% pada akhir 2016 dari posisi 88% per September 2016.
Pelonggaran rasio LFR ini akan membuat BRI leluasa dalam menyalurkan kredit, khususnya kredit tenor panjang semisal infrastruktur.
Rencananya, BRI akan menggunakan dana hasil obligasi ini untuk menyalurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Proyeksi BRI, kredit mikro akan tumbuh sekitar 20% di sepanjang 2016. BRI mencatatkan pertumbuhan kredit mikro sebesar 20,3% menjadi Rp 204,8 triliun per September 2016.
Jumlah nasabah mikro BRI mencapai 8,6 juta nasabah per September 2016. Jumlah itu melejit ketimbang sebanyak 7,6 juta nasabah per September 2015.
Kredit BRI naik tinggi sebesar 16,3% menjadi Rp 603,47 triliun di kuartal III 2016. Pertumbuhan kredit ini jauh di atas pertumbuhan kredit industri perbankan yang hanya naik 6,65% secara tahunan hingga Agustus 2016.
Gambaran saja, dari sisi likuiditas, dana pihak ketiga (DPK) BRI mencapai Rp 665,52 triliun per akhir kuartal III 2016. DPK BRI hanya naik 9,03% secara tahunan.
Sementara, likuiditas di luar DPK mencapai Rp 50 triliun yang terdiri dari berbagai jenis surat utang seperti obligasi, medium term notes (MTN), dan negotiable certificate of deposit (NCD).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News