Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Rencana Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) melakukan sekuritisasi aset kredit kepemilikan rumah (KPR) dan mencari pinjaman luar negeri sebagai sumber pendanaan baru tampaknya urung dilaksanakan.
Direktur Treasury & Asset Management BTN Iman Nugroho Soeko mengatakan, BTN terpaksa menunda rencana tersebut karena kebutuhan dana untuk ekspansi kredit dinilai belum mendesak. “Bisa ditunda sampai bulan depan atau tahun depan,” ujar Iman di Jakarta, Senin (7/9).
Menurut Iman, pada semester dua ini, BTN masih akan mengandalkan opsi pendaaan dari DPK (dana pihak ketiga) yang bersumber dari masyarakat dan dari penerbitan obligasi sebesar Rp 3 triliun. BTN optimistis dana yang diperoleh dari dua sumber tersebut masih mencukupi kebutuhan dana perseroan.
Terkait rencana penerbitan sekuritisasi ini, BTN masih menunggu kondisi ekonomi membaik. Selain itu, kata Iman, sekuritisasi akan ditunda sampai dana hasil penerbitan obligasi terakhir habis.
Selain menunda sekuritisasi asset KPR, perseroan juga belum akan menarik pinjaman yang ditawarkan oleh beberapa lembaga internasional. Hal ini karena perseroan memang menghindari pengambilan dana besar yang bersumber dari pinjaman asing.
Iman mengatakan, selain mengandalkan DPK dan penerbitan obligasi, pada semester dua ini BTN akan melakukan beberapa finansial engineering untuk memperkuat modal. Antara lain dengan optimalisasi Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). “Hal ini sesuai dengan pelonggaran kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK beberapa waktu lalu,” ujar Iman.
Sebagai informasi, sebelumnya BTN berencana menerbitkan sekuritisasi sebesar Rp 3 triliun untuk memperkuat bisnis perusahaan. Selain itu, perseroan juga memiliki kemungkinan mendapatkan pinjaman bilateral sebesar US$ 1 miliar untuk menopang ekspansi pembiyaaan perumahan.
Nah, terkait hal ini, sudah ada tawaran dari dua lembaga internasional yang masuk, yaitu International Finance Corporation (IFC) dan Asian Development Bank (ADB). Jumlah pinjaman dari ADB diperkirakan mencapai US$ 160 juta sampai US$ 200 juta. Sementara tawaran dari IFC sebesar US$ 500 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News