Reporter: Nina Dwiantika, Mona Tobing, Nurul Kolbi | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Langkah Bank Indonesia (BI) memangkas bunga acuan (BI rate) sebesar 0,5% atau 50 basis poin (bps) menjadi 6%, kemarin patut mendapat apresiasi. Kini, posisi bunga acuan ini berada di level terendah dalam sejarah semenjak BI menerapkan BI rate.
Salah satu pertimbangan BI menurunkan BI rate adalah untuk mengurangi dampak perlambatan ekonomi global. Dengan bunga murah, kegiatan ekonomi akan terpacu sehingga pertumbuhan tahun depan tetap berjalan sesuai dengan harapan. Keputusan BI ini juga serupa dengan hasil polling KONTAN terhadap sejumlah ekonom.
Tapi, agar kebijakan ini lebih bermanfaat, BI harus berupaya keras menggiring perbankan menggunting bunga kredit. Sebab, tanpa respons cepat perbankan, keputusan agresif BI akan sia-sia saja.
Sayang, persoalannya justru ada di perbankan. Selama ini bank hanya menengok BI rate saat menetapkan bunga deposito, namun malas menurunkan bunga kredit.
Lihat saja, pada Oktober 2008 hingga Agustus 2009. Selama kurun waktu itu, BI rate turun hingga 275 bps (2,75%) menjadi 6,5%, tapi bunga kredit susut tipis.
Ambil contoh, per Maret 2009, BI rate bertengger di 7,75%. Berdasarkan data BI, pada Maret 2009 rata-rata bunga kredit investasi 14,05%, modal kerja 14,99%, dan kredit konsumsi (KK) 16,46%. Artinya, selisih BI rate dan bunga kredit antara 6%-8,7%. Sementara bunga simpanan berada di bawah 8%.
Juru Bicara Bank Indonesia, Difi A. Johansyah, menyatakan, BI bertekad memantau respons bank terhadap kebijakan ini. BI juga sudah menyiapkan jurus. "Jika tak ada indikasi bunga kredit akan turun, kami akan menjalankan rencana itu," katanya, kemarin.
BI misalnya akan menerapkan patokan biaya antarbank (benchmarking). Acuannya adalah suku bunga dasar kredit (SBDK). Bank yang struktur biayanya tidak masuk akal, diharuskan untuk memperbaiki hingga batas wajar.
Sebelumnya, Direktur Pengaturan BI, Wimboh Santoso, berpendapat, jarak ideal BI rate dengan bunga kredit adalah 3%. Kini, selisihnya bisa 5%. "Bunga kredit kita tertinggi di ASEAN," katanya, Senin.
Benchmarking ini lagu lama BI. Sejak memberlakukan SBDK Maret 2011 lalu, BI sudah berkoar-koar akan mengevaluasi struktur biaya bank dan membandingkannya dengan bank lain. Delapan bulan beleid ini berjalan, janji itu tak kunjung direalisasi.
Ketua Perbanas, Sigit Pramono, menjelaskan, bunga kredit bisa turun asal deposan berhenti meminta bunga tinggi. Tanpa itu, nasabah akan pindah ke bank lain yang memberi hasil lebih tinggi.
Pada Agustus 2009, 14 bank besar menurunkan bunga simpanan, maksimal 1,5% di atas BI rate. Kebijakan ini berefek besar karena mereka penguasa industri perbankan.
Beberapa bulan setelah kesepakatan itu, bunga simpanan memang turun serentak. Tapi tak berefek ke bunga kredit. Jadi, teori bunga simpanan turun akan membuat bunga kredit turun, hanya omong kosong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News