Reporter: Anastasia Lilin Y | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Sudah menjadi kewajiban Bank Indonesia (BI) saban bulan untuk menilik ulang tingkat suku bunga acuan alias BI rate. Seperti Anda sudah ketahui, BI rate menjadi acuan buat perbankan dalam menetapkan angka persentase bunga pinjaman maupun simpanan. Lumrahnya, sih, tatkala BI rate naik, bank mengerek besaran bunga seperti yang terjadi saat ini. Begitu sebaliknya.
Sekadar mengingatkan, BI rate pernah berada di posisi terendah sepanjang sejarah, yakni 5,75% sejak Februari 2012 hingga Mei 2013 lalu. Setelahnya, BI rate kembali mendaki hingga ke level 7,5% saat ini.
Namun, teori di atas kertas tak selamanya sejalan dengan praktik di lapangan. Sejumlah debitur kredit pemilikan rumah (KPR) hampir “mati rasa” mendengar kabar BI rate maraton naik tahun ini. Mental mereka seperti sudah terasah mendapati cicilan yang pasti naik. Sebab, saat BI rate tiarap, bunga KPR selalu naik.
Fahmi Anhar, debitur KPR di Magelang, Jawa Tengah, bertutur, pasca lepas dari bunga tetap (fi xed rate), cicilan KPR-nya konsisten naik semenjak tahun 2011. Cerita KPR dia bermula pada 2009 ketika membeli rumah senilai Rp 250 juta. Lantaran duit kontan hanya terkumpul Rp 150 juta, maka kekurangan ia tutup dengan KPR.
Lama tenor pelunasan KPR Anhar 10 tahun, dan dia diganjar bunga tetap selama dua tahun pertama. Sehabis itu, bunga KPR Anhar mengikuti bunga pasar atau floating rate.
Saat bunga tetap, tiap bulan Anhar harus menyisihkan sekitar Rp 975.000 dengan bunga 9% per tahun. Nah, Oktober 2013 kemarin, cicilannya menjadi Rp 1,03 juta sebulan. “Naiknya, sih, tidak banyak, sekitar Rp 10.000 sampai Rp 20.000 per tahun. Tapi, kalau dilihat-lihat, ya, lumayan,” tutur Anhar.
Yuanita, debitur KPR lain di Jakarta, harus menanggung beban bunga 10,5% per tahun ketika awal mengambil kredit rumah tahun 2009. Tahun 2013, ia harus membayar cicilan sekitar Rp 2 juta per bulan alias kena bunga 13% setahun.
Bank pemberi pinjaman Yuanita, Bank Negara Indonesia (BNI), menilik ulang besaran bunga KPR tiap bulan November. Jadi, informasi naik atau tidaknya bunga KPR dia untuk setahun ke depan hingga November 2014 baru akan diketahui Desember nanti.
Cuma, menilik rekam jejak perjalanan KPR Yuanita, bisa jadi bulan depan cicilannya terkerek. Apalagi, di posisi BI rate sudah “jelas-jelas” terkoreksi naik seperti tahun ini.
Padahal, di luar KPR, Yuanita masih menanggung kredit mobil. Porsi cicilan total utang bulanan dia terhadap pendapatan per bulan sudah mencapai 50%. “Jadi, kalau bulan depan naik, ya, lumayan bagi saya,” ujar Yuanita.
Tahun ini sudah naik
Deny, debitur KPR Bank Mandiri, malah mengaku tahun ini bunga kreditnya sudah naik dari 13% menjadi 13,5% per Juli lalu. Setali tiga uang, Ayu Karmila, debitur KPR Bank Tabungan Negara (BTN) di Solo, Jawa Tengah, juga sudah mencicipi kenaikan bunga kredit tahun ini menjadi 11% per tahun, atau naik 2% dibandingkan dengan dua tahun lalu.
Ayu menjelaskan, setelah masuk fl oating rate, bunga KPR direvisi tiap dua tahun dan selama ini ajek selalu naik. Jangka waktu pelunasan KPR dia 10 tahun sejak tahun 2008.
Khawatir bunga KPR bakal naik lagi, Ayu bersama sang suami malah sudah ancang-ancang melunasi saja sisa pokok utang. Total sisa pokok utang dia saat ini sekitar Rp 17 juta atau masih 41,38% dari total utang yang dikucurkan oleh bank sebesar Rp 29 juta.
Tak cuma debitur KPR yang khawatir, peminjam duit kredit lain pun tak kurang was-was. Farah, debitur kredit tanpa agunan (KTA) juga ikutan cemas menyikapi tren kenaikan BI rate. Perempuan yang menjabat sebagai project manager di salah satu perusahaan swasta di Jakarta ini mengambil KTA sejak tahun 2011 dengan bunga sekitar 18% setahun.
Memang, Farah bilang, bunga yang ditetapkan bank sejauh ini tetap. Namun, tagihan bulanan dia ternyata tak pernah sama persis, ada selisih beberapa ribu. Ia berharap bank penerbit KTA tak merevisi bunga.
Nah, bagaimana dengan cicilan Anda?
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 9 - XVIII, 2013 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News