Reporter: Nina Dwiantika |
JAKARTA. Pembatasan rasio utang terhadap nilai barang atau loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar 70% berlaku sejak 15 Juni. Bank memperkirakan dampak kebijakan ini baru terasa tiga bulan ke depan. Pasalnya, saat ini permintaan KPR tidak begitu banyak, alias sedang melandai.
Indrastomo Nugroho, Head of Product and Business Credit Consumer Bank Negara Indonesia (BNI), mengklaim, pihaknya mulai memberlakukan LTV kepada debitur yang permohonan KPRnya untuk tipe di atas 70 meterpersegi. "Sejak 15 Juni sampai saat ini belum ada pengaruhnya," katanya, Senin (18/6).
Menurutnya, aturan tersebut baru keliatan pengaruhnya setelah Lebaran atau sekitar Agustus - September. Pada bulan itu masyarakat banyak mengajukan permohonan KPR. Selama Juni dan Juli masyarakat mengalokasikan dananya untuk uang sekolah dan kebutuhan bulan puasa. Jadi, tidak tepat jika realisasi KPR selama dua bulan ke depan menjadi tolak ukur efektivitas kebijakan.
Informasi saja, realisasi kredit rumah BNI Griya mencapai Rp 19,40 triliun pada Maret 2012 atau tumbuh 49% dari periode sebelumnya Rp 12,94 triliun. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di bawah 1%.
Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA), Henry Koenaifi, memperkirakan aturan ini menurunkan permintaan KPR sekitar 3%-5%. Perseroan optimistis nasabahnya mampu memenuhi tuntutan uang muka 30%.
Maklum, BCA menyediakan berbagai program menarik, seperti KPR BCA berbunga flat selama 55 bulan. Ini menaikkan permintaan. Bank yang terafiliasi oleh Grup Djarum ini mencatat pertumbuhan KPR sebesar 56,7% atau mencapai Rp 30,6 triliun hingga kuartal I 2012 silam (yoy).
Agar debitur tidak pindah ke pesaing, bank juga menyiapkan strategi lain. Misalnya, melimpahkan permohonan KPR dengan DP di bawah 30% ke unit syariah. Tentu saja selama debitur memberikan persetujuan. Bank syariah dikecualikan dari aturan LTV.
Djojo Boentoro, Secured Load Head Bank Internasional Indonesia (BII), menyampaikan, banyak debitur yang mengejar tandatangan KPR pada 14 Juni 2012, untuk menghindari ketentuan BI. Nah, selanjutnya jika ada permohonan tidak sesuai kriteria, manajemen akan menawarkannya ke BII syariah.
DPR Panggil BI
Komisi XI DPR RI berencana memanggil BI terkait kebijakan ini. Mereka menilai aturan tersebut menghambat masyarakat kelas menengah mengambil KPR. "Ada banyak masyarakat yang kesulitan DP KPR hingga 30%," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis.
Harry mengatakan, DP 30% membuat masyarakat menunda pembeliannya hingga setahun ke depan. Ini merugikan karena harga rumah selalu naik cepat. Jadi, ketika DP terkumpul 30%, harga rumah sudah tidak sama lagi dengan kondisi sebelumnya.
Gubernur BI Darmin Nasution menegaskan, sebagai pembuat kebijakan moneter, cara berfikir BI harus bertolak belakang dengan pertumbuhan (counter cyclical). Jadi, ketika ekonomi sedang menanjak atau permintaan kredit sedang tinggi, BI harus mulai mengeremnya. Bukan menunggu kredit tersebut menggelembung (bubble) lalu meletus.
Jika itu terjadi, regulator gagal menjalankan fungsi dan kewenangannya. Begitupula sebaliknya, ketika permintaan melambat bank sentral harus memacu. “Di berbagai pertemuan G20, pertumbuhan kredit konsumsi kita sudah dianggap kelewat tinggi dan sangat berisiko," kata Darmin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News