kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dampak Utang Jumbo Perusahaan BUMN Terhadap Kinerja Industri Perbankan


Senin, 11 Desember 2023 / 05:45 WIB
Dampak Utang Jumbo Perusahaan BUMN Terhadap Kinerja Industri Perbankan
ILUSTRASI. Gedung Waskita Karya (WSKT) di Jakarta. Dampak Utang Jumbo Perusahaan BUMN Terhadap Kinerja Industri Perbankan


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menuju akhir tahun 2023, utang perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sejumlah bank tanah air kembali menjadi sorotan, terutama utang BUMN Karya.

Pasalnya jika tidak dapat menyehatkan keuangan mereka dan melunasi utang, yang kena getahnya tentu saja adalah perbankan.

Baru-baru ini tepatnya Jumat (8/12), Kementerian BUMN telah menyetujui skema restrukturisasi yang diusulkan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dalam Rapat Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 2023.

Dalam hasil keputusannya, Kementerian BUMN dan para pemegang saham perseroan menyetujui usulan restrukturisasi yang akan diajukan kepada para kreditur dalam rangka rencana penyehatan keuangan sebagai langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal dan kinerja perseroan.

Baca Juga: Bank BTN Telah Salurkan KPR Rp 470 Triliun dalam Dalam 47 Tahun

Hal ini sejalan dengan telah didapatkannya persetujuan dari seluruh bank Himbara dan sebagian perbankan swasta terkait skema restrukturisasi Waskita yang telah mencapai 90% dari nominal outstanding utang. Waskita Karya menargetkan untuk menyelesaikan proses restrukturisasi pada akhir tahun 2023.

Saat ditelisik laporan keuangan Waskita Karya, perseroan memiliki utang jangka pendek dan jangka panjang kepada sejumlah bank. Tercatat sampai September 2023, utang jangka pendek Waskita Karya sebesar Rp 701,13 miliar, jumlah tersebut telah menurun jika dibandingkan utang jangka pendek per Desember 2022 yang sebesar Rp 814 miliar.

Sementara itu, adapun utang jangka panjang Waskita Karya sampai September 2023 tembus Rp 46,43 triliun. Jumlah ini turun tipis jika dibandingkan dengan utang jangka panjang tahun lalu yakni Rp 46,47 triliun  per Desember 2022. Alhasil jika dijumlah, adapun total utang Waskita Karya ke bank tembus Rp 47,13 triliun per September 2023. 

Namun, asal tahu saja utang jumbo Waksita Karya tersebut tidak lebih tinggi dari total utang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PT PLN yang sudah tembus Rp 136,84 triliun per September 2023. 

Jika dirinci, total utang PLN tersebut terdiri dari utang jangka pendek sebesar R 34,45 triliun per September 2023, naik 14,95% ytd dari Rp 29,97 triliun per Desember 2022.

Baca Juga: Sejumlah Emiten Ini Siap Tebar Dividen Interim dan Cermati Rekomendasi Analis

Sementara utang jangka panjang PLN ke bank tembus Rp 102,39 triliun per September 2023, namun jumlah ini telah turun 16,37% ytd dari tahun lalu Rp 122,44 triliun per Desember 2022.

Di posisi ketiga ada perusahaan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) memiliki total utang di perbankan sebesar Rp 33,31 triliun per September 2023, dengan rincian utang jangka pendek sebesar Rp 11,796 triliun, naik 44% ytd dari Rp 8,191 triliun pada Desember tahun lalu.

Sementara itu, utang jangka panjang di bank tercatat sebesar Rp 21,51 triliun per September 2023, turun 2,22% ytd dari tahun lalu Rp22 triliun per Desember 2022.

Selanjutnya posisi keempat ada Perum Bulog, yang jika menelisik utangnya di bank Himbara yakni khususnya di PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Bulog memiliki total utang tercatat sebesar Rp 22,86 triliun per September 2023, dengan rincian utang Bulog di BNI sebesar Rp 12,72 triliun, jumlah ini naik dari Rp 5,68 triliun pada Desember 2022.

Sementara itu dan utang Bulog di BRI tercatat sebesar Rp 10,14 triliun per September 2023, jumlah ini naik dari Rp 2,8 triliun per Desember 2022.

Adapun di posisi kelima adalah BUMN Karya lainnya seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) mencatat total utangnya di bank mencapai Rp 20,12 triliun per September 2023, dengan rincian utang jangka pendek sebesar Rp 14,44 triliun, turun dari utang tahun lalu yang sebesar Rp 14,78 triliun per Desember 2022. Sementara untuk utang jangka panjang tercatat mencapai Rp 5,68 triliun per September 2023, naik dari Rp 4,73 triliun per Desember 2022.

Adapun PT PP (Persero) Tbk (PTPP) mencatat total utang di bank sebesar Rp 13,77 triliun per September 2023, dengan rincian utang jangka pendek sebesar Rp3,28 triliun, turun 38,57% ytd dari Rp5,34 triliun per Desember 2022. Sementara utang jangka panjang Rp10,49 triliun per September 2023, naik dari Rp7,76 triliun per Desember 2022.

Baca Juga: Maybank Indonesia Luncurkan Kartu Kredit Celebrity Fitness dan Fitness First

PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatat total utang ke bank Rp6,55 triliun per September 2023, dengan rincian utang jangka pendek mencapai Rp5,19 triliun, naik dari Rp3,8 triliun per Desember 2022. Sementara utang jangka panjang tercatat sebesar Rp1,36 triliun, naik dari Rp772,53 miliar per Desember 2022.

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GGIA) memiliki utang jangka pendek di bank sebesar US$193.244, atau Rp 2,99 miliar per September 2023, jumlah ini turun drastis dari US$ 16,49 juta atau Rp 255,688 miliar per Desember 2022 dikarenakan Garuda telah merestrukturisasi pinjaman bank jangka pendeknya 
menjadi jangka waktu panjang 22 tahun, sehingga utang jangka panjang Garuda tercatat sebesar US$ 696,85 juta atau Rp 10,80 triliun per September 2023, naik dari US$ 655,54 juta atau Rp 10,16 triliun pada Desember 2022.

Pengamat Perbankan Senior Vice President LPPI, Trioksa Siahaan mengatakan sepanjang perusahaan BUMN tersebut memiliki track record pembayaran dan kinerja keuangan yang bagus, maka tidak ada masalah dengan penyicilan utangnya. Namun bila mulai terlihat track record yang buruk, maka bank perlu mengantisipasi meningkatnya risiko kredit dari perusahaan BUMN tersebut, dengan melakukan peningkatan pencadangan risiko kredit bermasalah.

Trioksa menyebut jika melihat dari kinerja keuangan BUMN tersebut masih terlihat baik dan masih membukukan laba kecuali Garuda yang membukukan rugi, namun meski begitu Garuda masih menunjukkan tren kinerja membaik dibanding sebelumnya. 

"Dan bila dapat mengelola utangnya dengan baik serta didukung dengan efisiensi operasional maka ke depannya berpotensi membukukan kinerja yang baik. Yang perlu menjadi perhatian adalah kredit ke BUMN Karya," kata dia  kepada Kontan, Minggu (10/12).

Ekonom dan Guru Besar Universitas Indonesia Budi Frensidy juga bilang selama cashflow perusahaan BUMN tersebut bagus, dan sanggup untuk menutupi biaya bunga dan cicilan, maka menurutnya utang yang besar tidak menjadi masalah.

Baca Juga: Menelisik Dampak Utang Jumbo Perusahaan BUMN di Perbankan Tanah Air

Namun sebaliknya bila cashflownya tidak mencukupi, maka pasti perlu dilakukan restrukturisasi dan pencadangan piutang tak tertagih dari bank pemberi utang akan meningkat dan membebani kinerja bank tersebut. 

"Namun, perusahaan BUMN umumnya didukung oleh penyertaan negara kalau mengalami kesulitan keuangan," kata dia kepada Kontan, Minggu (10/12)

Sementara itu jika dilihat dari sisi laporan keuangan perbankan, BNI mencatat total pinjaman yang diberikan ke perusahaan BUMN yakni tembus Rp 119,71 triliun per September 2023, naik dari Rp 104,73 triliun per Desember 2022.

Sementara itu BRI mencatat total pinjaman yang diberikan ke perusahaan BUMN yakni sebesar Rp 78,35 triliun per September 2023, jumlah ini naik dari pinjaman yang diberikan yakni Rp63,75 triliun pada tahun lalu.

Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto mengatakan total pinjaman BUMN naik sebesar 23% secara year to date (ytd) tersebut dipengaruhi oleh  beberapa hal. 

"Kenaikan eksposur di tahun ini turut dipengaruhi oleh antisipasi pemerintah untuk menekan inflasi akibat dampak el nino, yaitu dengan meningkatkan impor beras di semester II 2023," kata dia kepada Kontan, Sabtu (9/12).

Meski begitu, Agus mengatakan dari sisi kualitas kredit, rasio kredit bermasalah (NPL) di sektor BUMN berada di level 0,01% dengan posisi Loan at Risk (LAR) sebesar Rp 11,07 triliun atau 14,43% yang didominasi sektor aviasi dan konstruksi.

Baca Juga: Menanti Hasil Proses Restrukturisasi BUMN Konstruksi




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×