Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan menyambut langkah Bank Indonesia (BI) meningkatkan insentif bagi bank penyalur kredit ke sektor prioritas dan UMKM maupun pemenuhan target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM). Insentif ini mulai berlaku 1 September 2022.
Pertama, pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum GWM Rupiah rata-rata menjadi maksimal sebesar 2%. Melalui, insentif atas pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas paling besar 1,5% dari sebelumnya paling besar 0,5%, dan insentif pencapaian RPIM tetap paling besar 0,5%.
Kedua, perluasan cakupan subsektor prioritas dari 38 sub sektor prioritas menjadi 46 sub sektor prioritas yang dibagi dalam 3 kelompok yaitu resilience (kelompok yang berdaya tahan), growth driver (kelompok pendorong pertumbuhan), dan slow starter (kelompok penopang pemulihan).
Data BI mencatatkan penyaluran kredit perbankan ke sektor UMKM tumbuh 16,9% year on year (yoy) mencapai Rp 1.195,4 triliun. Realisasi itu menyumbang 20,02% dari total portofolio penyaluran kredit perbankan mencapai Rp 5.969,1 triliun.
Baca Juga: Simpanan di Deposito Menurun, Bank Fokus Kejar Dana Murah pada Tahun Ini
Melihat hal ini, Direktur Utama Bank CIMB Niaga menyambut baik pelonggaran aturan RPIM ini sebagai pendorong dan dapat mempercepat pencapaian rasio. Juga menjadi lebih menarik untuk menyalurkan dan mengembangkan UMKM.
“Saat ini pertumbuhan kredit UMKM CIMB Niaga sekitar 7%. Kami harap bisa di akselerasi lebih lanjut ke sekitar 8% hingga 10%,” ujar pada Senin (6/6).
Direktur Keuangan Bank BCA Vera Eve Lim menyatakan berkomitmen untuk memberikan penyaluran kredit kepada sektor-sektor potensial dengan mempertimbangkan faktor risk appetite. Juga selalu berpegang pada prinsip kehati-hatian dengan menerapkan manajemen risiko yang disiplin.
“Secara keseluruhan, total kredit BCA naik 8,6% YoY menjadi Rp 637,1 triliun di kuartal I-2022. Seiring dengan aktivitas bisnis yang membaik, kredit komersial dan UKM naik 8,2% YoY menjadi Rp 188,8 triliun,” tambahnya.
Lanjutnya, upaya-upaya untuk menggali potensi bisnis baru akan tetap dijalankan, di antaranya melalui optimalisasi data dan proses deepening dari industri-industri potensial maupun para nasabah existing. Termasuk menjajaki potensi bisnis dari jaringan-jaringan usaha yang terhubung dengan bisnis para debitur.
Baca Juga: BTN Yakin Prospek Bisnis Bancassurance Masih Sangat Besar di Tengah Digitalisasi
BCA juga akan terus memperkuat infrastruktur perkreditan dengan semakin memanfaatkan perkembangan teknologi untuk mempercepat proses pengelolaan kredit dan proses akuisisi debitur.
“BCA menargetkan pertumbuhan total kredit tahun ini dapat mencapai 6%-8%. Kami mencermati ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi penyaluran kredit tahun ini seperti mobilitas masyarakat yang diharapkan bisa kembali normal, suku bunga, likuiditas yang ada, dan lain sebagainya,” tambahnya.
Sekretaris Perusahaan Bank BRI Aestika Oryza Gunarto menyambut positif kebijakan ini sebagai upaya untuk mengakselerasi penyaluran kredit kepada pelaku UMKM di Indonesia. Terlebih, survei Bank Indonesia mencatatkan 69,5% UMKM belum menerima kredit per September 2021.
“Penyaluran kredit kepada sektor prioritas mendominasi penyaluran kredit BRI secara umum, sementara itu untuk proporsi kredit UMKM BRI tercatat sebesar 84% dibandingkan dengan total penyaluran kredit BRI. Porsi ini akan terus didorong hingga mencapai 85% pada tahun 2025,” katanya kepada Kontan.co.id.
Lanjutnya, selain melalui pembiayaan, Strategi BRI untuk memberdayakan dan mengembangkan segmen UMKM ada dua. Pertama adalah dengan menaikkelaskan nasabah existing, dengan melakukan berbagai program edukasi dan pendampingan.
Kedua adalah dengan menyasar segmen yang lebih kecil, yakni ultra mikro sebagai pertumbuhan baru. Dengan go smaller, go shorter, go faster, BRI akan mampu menyasar segmen yang lebih kecil, dengan proses yang lebih cepat dan efisien dengan adanya digitalisasi.
Dengan strategi tersebut BRI dapat melayani masyarakat sebanyak mungkin dengan biaya yang semurah mungkin. Hal tersebut dapat dicapai dengan digitalisasi layanan perbankan sehingga semua prosesnya akan menjadi lebih cepat dan efisien.
Baca Juga: Restrukturisasi Aset Bank Mumalat Bagian Proses Penguatan Struktur Permodalan
“Disamping itu, BRI menilai saat ini yang lebih dibutuhkan oleh UMKM sebetulnya bukan advokasi tapi adalah edukasi. Adapun edukasi yang harus diberikan berupa semangat entrepreneurship karena tidak semua UMKM memiliki semangat tersebut. Kemudian UMKM perlu dibekali ilmu administrasi manajerial untuk mengatur keuangan, mengakses informasi, mengakses pasar, dan mengakses permodalan,” tambahnya.
Setelah itu, UMKM dibimbing menjalankan bisnis secara sustainable atau berkelanjutan, dengan mengedepankan prinsip good corporate governance (GCG). Maka nantinya jika sudah layak dan komersial, akses pembiayaan yang semakin meningkat pun akan terwujud.
Adapun Bank Mandiri mencatatkan penyaluran kredit UMKM mencapai Rp 109,04 triliun per April 2022. SEVP Micro and Consumer Finance Bank Mandiri Josephus K. Triprakoso mengatakan, realisasi tersebut meningkat sebesar 16,2% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan kualitas kredit yang terjaga.
Tidak hanya itu, Josephus juga menjelaskan jumlah debitur UMKM Bank Mandiri terus meningkat, bahkan tumbuh 10% secara year on year (YoY) di empat bulan pertama 2022.
"Realisasi ini menunjukkan bahwa ekosistem UMKM di dalam negeri telah pulih, dan terus tumbuh positif," ujarnya.
Bila dilihat berdasarkan sektor usahanya, sektor pertanian, perburuan dan sarana pertanian terus mencatat perbaikan. Termasuk sektor lain seperti perdagangan, restoran dan hotel, perindustrian serta jasa.
"Secara sektoral, bisnis UMKM terus menunjukkan pertumbuhan yang konsisten. Kami optimis, kondisi ini akan terus berlanjut seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat serta dukungan Pemerintah dan regulator dalam menopang pertumbuhan UMKM," imbuhnya.
Asal tahu saja, peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Lewat kebijakan tersebut, BI mewajibkan perbankan untuk meningkatkan rasio penyaluran kreditnya ke sektor UMKM secara bertahap. Yakni, sebesar 20% pada tahun 2022, 25% pada 2023 dan 30% pada tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News