Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Bank DBS optimistis pertumbuhan investasi di Indonesia akan membaik pada semester II 2014. Ini dipicu pemulihan rupiah yang mengembalikan kepercayaan yang dibutuhkan para pebisnis dan akan meningkatkan prospek pertumbuhan investasi.
Ekonom Bank DBS, Gundy Cahyadi bilang, terdapat tanda-tanda pemulihan investasi yang telah terjadi pada awal tahun 2014 ini. Diantaranya, impor barang modal yang telah berhasil meningkatkan pertumbuhan sebesar 0,9% year on year (yoy) pada bulan Januari.
"Tidak ada perubahan besar, tapi setidaknya penurunan tahun lalu tampaknya telah tertahan," jelas Gundy.
Pandangan ini tetap dipertahankan, meski DBS melihat tanda-tanda bahwa pertumbuhan kredit dapat berkurang tahun ini, dari rata-rata 23% pada 2010-2013 menjadi sekitar 15%.
Hal ini sebagian disebabkan karena Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan petunjuk kepada bank-bank komersial untuk mengurangi pertumbuhan kredit. Sebagian besar perlambatan akan terlihat pada semester kedua 2014, ketika dampak dari kenaikan suku bunga tahun lalu akan menjadi lebih jelas.
Menurut Gundy, pertumbuhan investasi yang membaik merupakan pandangan ekonomi utama pihaknya tahun ini. Selain itu, pertumbuhan stabilitas nilai tukar rupiah turut mendukung pandangan tersebut.
"Namun, pandangan kami atas menurunnya proyeksi pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) dapat muncul jika ke depannya ada perubahan lain dalam sentimen pasar terhadap rupiah," jelasnya.
Gundy juga mengatakan bahwa risiko di sektor politik tampaknya tidak terlalu besar memperhatikan kondisi terkini. Selain itu, pertumbuhan stabilitas rupiah menjadi pandangan yang mendukung hal tersebut.
Dengan demikian, Gundy menjelaskan pihaknya memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 dapat mencapai 6%. Menurutnya, pemulihan dalam pembelanjaan investasi akan membentuk dasar pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada akhir tahun ini.
"Sementara ini, kami mempertahankan perkiraan pertumbuhan PDB 2014 sebesar 6% year on year. Kenapa 6 persen? Karena kemungkinan pertumbuhan investasi meningkat," ujarnya.
Tahun 2013 lalu, lanjutnya, investasi jatuh signifikan karena ada unsur pelemahan rupiah. Sehingga, pihak-pihak yang harus mengimpor barang modal seperti mesin melihat harga mesin menjadi mahal sehingga ekspektasi bisnis pun menjadi terlambat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News