Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali menambah anggaran untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebanyak Rp 18 triliun. Artinya dengan penambahan ini, total biaya penanganan Covid-19 telah meningkat menjadi Rp 695,2 triliun dari rencana sebelumnya Rp 677,2 triliun.
Dalam rinciannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan dari peningkatan anggaran itu anggaran untuk pembiayaan koperasi meningkat menjadi sebesar Rp 9 triliun, sehingga dari semula hanya Rp 44,57 triliun menjadi Rp 53,57 triliun.
Nah, alokasi biaya penanganan Covid-19 untuk koperasi ini antara lain akan ditujukan untuk mendorong kredit modal kerja bagi korporasi. Merujuk artikel yang dimuat Kontan.co.id, Kamis (18/6) lalu Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, anggaran ini akan digunakan untuk program kredit modal kerja bagi korporasi di sektor padat karya.
Baca Juga: Bank merelaksasi mitigasi restrukturisasi saat pandemi Covid-19
Nantinya skemanya mirip dengan penjaminan kredit modal kerja bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dibayarkan pemerintah melalui imbal jasa penjaminan (IJP) atau asuransinya.
Sejatinya, penjaminan modal kerja ini memang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang PEN yang diterbitkan pada 11 Mei 2020 lalu. Secara singkat, nantinya korporasi atau perusahaan yang telah menjalankan program restrukturisasi akibat dampak Covid-19 diperkenankan untuk mendapatkan kredit modal kerja dari perbankan. Namun, lantaran risikonya terbilang tinggi, kredit tersebut nantinya bakal mendapat penjaminan, yang preminya akan dibayarkan oleh pemerintah lewat PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) dan PT Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo.
Sayangnya, aturan ini belum bisa dijalankan secara segera oleh perbankan. Sebab, menurut Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja saat ini aturan main terkait pemberian tambahan kredit belum terbit. "Tunggu saja aturan jelasnya, jangan berandai-andai dulu," jelasnya kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Namun yang jelas, menurut Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso kredit tersebut ditujukan agar tidak terjadi PHK secara besar-besaran di tengah pandemi.
"Untuk debitur, yang tidak melakukan PHK dalam waktu dekat akan ada paket kebijakan, bisa mendapat modal kerja, tapi karena kredit modal kerja ini berisiko, akan dijamin asuransi kredit serta preminya ditanggung APBN," tutur Sunarso.
Menurut Sunarso, hal ini jelas bisa menjadi angin segar bagi debitur korporasi ataupun UMKM yang membutuhkan tambahan modal kerja. Pasalnya, hampir bisa dipastikan saat ini arus kas di tengah pandemi Covid-19 sangat seret.
Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Anggoro Eko Cahyo juga menyambut baik paket kebijakan ini. Tetapi, dari sisi perbankan tentunya penyaluran kredit harus tetap dilakukan secara hati-hati, terlebih lagi pada saat pandemi.
"BNI memitigasi risiko dengan menyalurkan kredit secara lebih selektif dengan melihat peluang-peluang yang bisa diambil oleh masing-masing debitur," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (19/6).
Baca Juga: BCA terima permohonan restrukturisasi kredit sebesar Rp 92,11 triliun
Yang jelas, stimulus ini nantinya bisa memberikan kemudahan bagi debitur yang mendapatkan pembiayaan untuk melanjutkan usahanya.
Nada serupa juga dilontarkan dari kelompok bank kecil. Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk Daniel Budirahayu bilang selain bisa mendorong usaha debitur, stimulus semacam ini juga menjadi angin segar bagi penyaluran kredit perbankan yang sedang tersendat.
Sedangkan Direktur Kepatuhan PT Bank Woori Saudara Tbk Sadhana Priatmadja menilai, perbankan tidak boleh terlena dengan stimulus ini. Sebab, pemberian kredit tidak seluruhnya bisa dijamin oleh pihak asuransi kredit. "Asuransi akan membayar apabila kredit macet, namun tidak akan 100% dari nilai kredit," kata Sadhana, Minggu (21/6).
Sebagai tambahan informasi saja, menurut data OJK sampai dengan 26 Mei 2020 lalu realisasi restrukturisasi kredit terimbas pandemi telah mencapai Rp 517,22 triliun dari 5,33 juta debitur. Nilai tersebut berasal dari kredit segmen UMKM senilai Rp 250,65 triliun dari 4,55 juta debitur, dan segmen non UMKM senilai Rp 266,57 triliun dari 780.000 debitur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News