Reporter: Purwadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pebisnis asuransi, terutama yang menggarap produk asuransi kredit dan suretyship (lini usaha asuransi umum), sebaiknya mulai berbenah diri dari sekarang. Pasalnya, Departemen Keuangan (Depkeu) telah menerbitkan aturan baru soal penyelenggaraan lini usaha asuransi kredit dan suretyship yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2008.
Dalam salinan PMK yang diterima KONTAN Senin (8/9), aturan ini memuat sejumlah poin baru yang memperbaiki aturan lama yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 422 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Nah, untuk pelaksanaannya, perusahaan asuransi diberi waktu selama enam bulan sebagai masa penyesuaian. Peraturan ini sendiri telah diteken oleh Menteri Keuangan pada 3 September 2008 lalu.
Pokok-pokok pengaturan baru dalam PMK 124 ini di antaranya, persyaratan solvabilitas, likuiditas dan permodalan. Lalu, ada pula peraturan mengenai persyaratan tenaga ahli, retensi dan reasuransi, sistem informasi, pelaporan produk, larangan, serta peraturan peralihan.
Dari sejumlah poin aturan baru ini, ada beberapa poin yang dianggap krusial dan akan sedikit banyak memberatkan kalangan industri asuransi. Poin itu menyangkut ketentuan rasio likuiditas paling rendah sebesar 150 %, syarat tenaga ahli asuransi dengan kualifikasi pendidikan dan jam terbang yang lama, prinsip sistem informasi yang terbuka bagi debitur, kreditur serta adanya pengecekan langsung oleh Menteri Keuangan atas kebenaran data penerbitan asuransi kredit dan suretyship.
Meski demikian, terdapat satu poin yang paling krusial, yakni menyangkut syarat modal sendiri bagi perusahaan asuransi. Dalam PMK 124 pasal 3, tertulis pula bahwa perusahaan asuransi umum yang memasarkan produk asuransi pada lini usaha asuransi kredit dan suretyship yang memberikan jaminan atas pelaksanaan kewajiban pembayaran dari transaksi kredit, harus memiliki modal sendiri paling sedikit sebesar Rp 250 miliar.
Bisa Hambat Industri Asuransi
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Kornelius Simanjuntak menilai, tujuan diterbitkannya aturan itu oleh pemerintah memang baik. Yakni agar industri asuransi lebih tertata. Meski demikian, ada beberapa poin aturan khusus yang malah dirasakan menghambat bagi industri asuransi. “Beberapa di antaranya yaitu poin tentang rasio likuiditas dan modal minimal," katanya kepada KONTAN, Senin (8/9).
Kornelius punya pandangan tersendiri mengenai hal itu. Menurutnya, belum tentu semua perusahaan asuransi siap dengan kondisi itu. “Jika peraturan ini tetap dijalankan, mau tidak mau bakal ada perusahaan yang belum siap akan tergusur,” katanya. Dengan demikian, industri asuransi akan terganggu dan pertumbuhannya pun bakal mengalami perlambatan.
Kornelius menyarankan, keberadaan aturan baru ini seyogianya juga diikuti pembenahan dalam sistem polis asuransi kredit dan suretyship. "Maksudnya, perlu dibuatkan polis yang lebih lengkap ketimbang yang sekarang ini berupa sertifikat saja," tandasnya.
Selama ini, lanjut Kornelius, sistem lama belum memuat secara detail mengenai hak dan kewajiban, masalah klaim, syarat-syarat pengajuannya, hingga peraturan yang membahas jika terjadi perselisihan. "Semoga ini juga menjadi perhatian pula," tegasnya.
Sementara itu, pendapat lebih ekstrem diungkapkan oleh Direktur Utama PT Asuransi Raya Josef Baris. "Saya merasa ini tidak fair bagi kalangan industri asuransi. Aturan modal minimum saja belum kelar. Kok sudah ditambah aturan baru yang lebih memberatkan lagi," ucapnya kesal.
Josef menganggap pemerintah terkesan memaksakan sebuah aturan. Ia merasa, PMK baru ini tumpang tindih dengan PP 39/2008 tentang aturan modal minimum. "Kalau ada aturan baru yang lebih memberatkan lagi, apakah pemerintah memang akan menyikat semua perusahaan asuransi yang ada?" keluhnya.
Sedangkan, Chairul Bahri Direktur Utama PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) memilih no comment terkait keluarnya PMK baru ini. "Saya belum bisa mengomentari. Sedang dikaji tim," katanya singkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News