kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

DP melambung demi cegah gelembung


Senin, 19 Maret 2012 / 10:00 WIB
DP melambung demi cegah gelembung
ILUSTRASI. Tampak depan All New Terios saat peluncurannya di Jakarta, Kamis (23/11). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/23/11/2017


Reporter: Roy Franedya, Mona Tobing |

JAKARTA. Kenaikan down payment (DP) alias uang muka kredit rumah (KPR) dan kredit kendaraan (KKB) hingga 35% dari harga, masih menuai pro kontra. Kendati bertujuan baik, yakni mencegah gelembung harga properti dan kendaraan yang tak wajar (bubble), sejumlah kalangan melihat belum ada bubble di industri properti dan pembiayaan (multifinance).

Para pelaku di industri perbankan dan multifinance sendiri membantah telah terjadi bubble kredit perumahan dan kendaraan bermotor. Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Evi Firmansyah, berpendapat, indikator bubble adalah walau pasokan mencukupi, harga properti naik terus. Hal ini terjadi karena nasabah memanfaatkan uang muka kecil untuk spekulasi. "Kadang-kadang hanya membayar tanda jadi, bila harga properti naik, properti segera dijual," ujarnya.

Indikator bubble apartemen kelas atas mungkin mulai terlihat karena terjadi kelebihan permintaan dan harga naik lebih dari 10% per tahun. Tapi, di apartemen menengah ke bawah belum terlihat gejala itu. "Permintaan rumah di bawah Rp 1 miliar masih baik. Kebijakan LTV 70% bagus untuk mencegah spekulasi di perumahan, khususnya apartemen," tambah Evi.

Indrastomo Nugroho, Head of Product Development and Business Credit Consumer Bank BNI, juga menilai, potensi bubble properti belum terlihat. Alasannya, pertumbuhan KPR masih di bawah kebutuhan dan permintaan rumah. "Bubble terjadi bila pertumbuhan KPR lebih tinggi dari ketersedian rumah. Artinya, ada rumah yang dibiayai 2-3 tiga kali oleh orang berbeda," ujarnya.

Kebanyakan rumah yang dibiayai perbankan merupakan rumah pertama untuk tempat tinggal. "Jika banyak rumah untuk investasi, bisa jadi bubble," kata Indrastomo.

Multifinance juga menilai, belum tampak tanda bubble kredit otomotif. Para pelaku multifinance berpatokan, akhir tahun lalu, non-performing loan (NPL) pembiayaan konsumen masih 1,59%.

Suwandi Wiratno, praktisi multifinance, melihat, ada dua dampak atas penetapan uang muka kredit. Bisnis pembiayaan turun hingga 30% sampai akhir semester ini. Pendanaan dari bank terganggu.

Selama ini, multifinance amat tergantung pada pendanaan perbankan. Suhartono, Presiden Direktur Federal International Finance mengatakan, jika perbankan mengurangi porsi pembiayaan, multifinance akan kesulitan mendapatkan dana. "Dana bank lebih cepat dibanding pasar modal. Jika bank mengurangi porsi penyaluran, otomatis pembiayaan kendaraan multifinance akan melambat," kata Suhartono.

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia memprediksi, bisnis pembiayaan kendaraan roda empat turun 30% dan sepeda motor 50%. "Penetapan uang muka yang besar ini menyulitkan masyarakat daerah," tutur Suwandi.

Deputi Gubernur BI, Hartadi A Sarwono, menandaskan, ketentuan uang muka ini untuk berjaga-jaga agar jangan sampai terjadi bubble. "Pemberian kredit bank dan lembaga keuangan bukan bank cenderung meningkat cepat. Bila terjadi shock, berpotensi memburuknya kredit tersebut," kata Hartadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×